Jumat, 01 Juli 2022

buku ketiga


Analisi model Input Output (IO) memusatkan perhatian pada perekonomian dalam sebuah kondisi ekuilibirium dan model ini merupakan varian terbaik analisis ekuilibirium umum. Interaksi antar sektor perekonomian dikurung dalam kerangka keseimbangan untuk melihat gambaran aliran statis pada kurun waktu tertentu. Terlepas dari keterbatasan yang disebabkan beberapa asumsi dalam konstruski model, kajian keterkaitan antar elemen/unsur secara matematis mampu memberikan estimasi parameter melalui simulasi makro ekonomi menggunakan angka-angka pengganda (multiplier), Model ini juga cukup baik digunakan untuk peramalan (forecasting), bahkan dalam kajian series mampu melihat sebuah proses transformasi struktur ekonomi yang mungkin telah terjadi.

Buku ini merupakan kumpulan makalah/paper tentang terapan kajian analisis model IO yang sebelumnya sudah pernah dipresentasikan dalam berbagai kesempatan konferensi/seminar ilmiah baik nasional maupun internasional. Berbagai apresiasi pun sempat diraih sebagai bentuk penghargaan atas nilai kebaruan ilmiah beberapa makalah yang terangkum dalam buku ini. Mengumpulkannya menjadi suatu rangkaian adalah upaya penulis untuk meyakinkan pembaca bahwa memfokuskan perhatian pada suatu bidang keilmuan, kelak akan mencuatkan diri menjadi pusat perhatian. Tetaplah terus berinteraksi dalam sebuah ekuilibirium hingga terlahir sebagai varian terbaik.


Sabtu, 09 April 2022

2nd book


        Siapapun berhak mengemukakan opini tentang apapun menurut yang dipahami, Buku ini menyajikan kumpulan tulisan opini atau semacamnya tentang kondisi sosial ekonomi yang terekam dalam kurun waktu 2019-2021. Meskipun lokus pembahasan sebagian besar tulisan terbatas pada area tertentu saja, namun substansi yang dibahas sebenarnya juga banyak terjadi diberbagai wilayah di nusantara atau mungkin dibelahan dunia yang lain. Membaca kumpulan tulisan dalam buku ini dapat memantik perdebatan karena sudut pandang yang terkadang terkesan berseberangan. Tidak semua orang setuju dengan narasi positif yang mungkin senantiasa dikedepankan oleh pihak tertentu, demikian pula sebaliknya. Memantik diskusi lebih dimaksudkan untuk menghangatkan suasana, menggairahkan daya pikir dan memperkaya cara pandang. Puncak daya pikir tertinggi yang akhirnya harus diakui adalah bahwa sejatinya akal pikiran memiliki keterbatasan. Tidak ada yang salah dengan apapun opini, namun patut disadari bahwa konflik terjadi justru bukan antara benar dan salah, melainkan karena sama-sama merasa benar.

My first book

 


Selasa, 21 September 2021

Sejuta Rumah untuk Negeri

Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, demikian bunyi pasal 28 H ayat 1 UUD1945. Sudah lebih dari lima tahun pemerintah mencanangkan program sejuta rumah dengan target dan misi ; ketersediaan rumah layak huni, meningkatnya kesejahteraan masyarakat, kemudahan memperoleh rumah, dan menyasar semua kalangan. Program ini dimulai tahun 2015 didasarkan atas data backlog 11,4 juta kepemilikan dan 3,4 juta rumah tidak layak huni (BPS). Backlog rumah adalah salah satu indikator yang digunakan oleh pemerintah sebagaimana tertuang dalam rencana strategis (RENSTRA) maupun rencana pembangunan jangka menengah (RPJMN) yang terkait bidang perumahan untuk mengukur jumlah kebutuhan rumah di Indonesia. Definisi sederhana dari istilah backlog adalah kekurangan rumah, yaitu selisih antara jumlah keluarga dengan jumlah bangunan rumah yang ada.

Capaian program sejuta rumah tahun 2021 untuk wilayah I (Sumatera & Kalimantan) sampai dengan semester pertama berjumlah 134.973 unit atau sekitar 13,32 persen dari capaian nasional dengan target 337.602 unit pada desember 2021 (prognosis). Sementara untuk Provinsi Bengkulu pada periode yang sama telah terbangun 4.606 unit atau sekitar 0,45 persen dari capaian nasional. Bengkulu ditargetkan untuk mencapai 16.099 unit pada akhir tahun ini (BP2P Sumatera IV).

Kebutuhan rakyat akan perumahan dan pemukiman semakin mendesak ditambah kerusakan akibat bencana, maka pengerahan stakeholder dibidang perumahan dan kawasan permukiman merupakan hal penting mewujudkan kebijakan Satu Data Perumahan. Dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) melengkapi hal hal yang belum diatur dalam detail Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai roadmap yang jelas dan fokus pada penanggulangan permasalahan perumahan dan kawasan permukiman. Permasalahan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman akan menjadi masalah serius kedepan jika tidak dilakukan penataan dan pembentukan regulasi yang tepat.

Sejak tahun 2018 setidaknya sudah terbangun sejumlah rumah susun (rusun) di Provinsi Bengkulu, antara lain di Kabupaten Rejang Lebong (1 tower/3 lantai/42 unit), di Kabupaten Lebong (1 tower/3 lantai/42 unit), dan di Kota Bengkulu (1 tower/4 lantai/44 unit). Rencana usulan kegiatan pembangunan rumah susun dalam dua tahun kedepan antara lain ; 2 lokasi di Kota Bengkulu dan masing-masing 1 lokasi di Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Kaur. Program pembangunan rumah khusus (rusus) juga telah dilakukan sejak tahun 2017 dengan capaian sebanyak 213 unit yang menyebar di empat wilayah, yaitu Kota Bengkulu, Kabupaten Kaur, Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Muko-Muko yang kesemuanya diperuntukkan khsus bagi nelayan. Sementara itu program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau lebih dikenal dengan istilah rumah swadaya (ruswa) yang telah diluncurkan sejak tahun 2016 dengan sebaran pada seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu telah mencapai 16.012 unit (BP2P Sumatera IV).

Basis data perumahan yang menggambarkan kondisi perumahan prov/kab/kota perlu dibangun sebagai dasar dalam perencanaan seperti tertuang dalam RENSTRA dan RP3KP sehingga bisa dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan untuk mewujudkan Satu Data Perumahan dengan memanfaatkan teknologi informasi (Permen PUPR 17/2016) dalam kerangka kebijakan Satu Data Indonesia (Perpres 39/2019). Menyadari akan kondisi data yang masih tersebar, tidak lengkap, minim kualitas dan kuantitas, tidak akurat serta lambat berproses, maka perlu dilakukan integrasi data untuk menjamin kualitas data yang aktual dan faktual.

Penyusunan basis data perumahan akan melibatkan masyarakat dalam pengumpulan data, bekerjasama dengan lembaga pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, serta berbagai badan/dinas/instansi terkait. Direktorat Sistem dan Strategi Penyelenggaraan Perumahan, Kementerian PUPR telah membangun sebuah platform sistem informasi basis data (database) berbasis jaringan internet (online) yang dinamakan aplikasi e-Profil Perumahan yang dapat diakses melalui http://profil.perumahan.pu.go.id/.

September adalah bulannya para statistisi yang ditandai oleh Hari Statistik Nasional pada tanggal 26. Bicara statistik tentulah tidak akan terlepas dari maslah data. Mengingatkan kembali kutipan pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo pada 16 agustus 2019 yang tegas mengatakan bahwa persoalan data pemerintah memang masih menjadi persoalan, padahal data adalah jenis kekayaan baru bagi bangsa dan harus diwujudkan kedaulatannya. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia pun diluncurkan untuk menjawab permasalahan tersebut. Satu Data Indonesia adalah sebuah kebijakan tata kelola data pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagipakaikan antar instansi pusat dan instansi daerah melalui pemenuhan standar data, metadata, interoperabilitas da menggunakan kode referensi dan data induk.

Dua tahun berjalan sejak diluncurkan, berbagai pihak yang berkecimpung dalam dunia pengelolaan data dan informasi telah memanfaatkan kemajuan teknologi untuk membangun berbagai sistem aplikasi mendukung kebijakan Satu Data Indonesia. Semangat membangun negeri lewat perencanaan berbasis data akurat telah melahirkan optimisme akan peningkatan derajat dan martabat bangsa dimata dunia. Pemulihan ekonomi pasca pandemi telah diawali oleh massifnya vaksinasi, menjadikan sehat sebagai modal untuk tangguh dan tumbuh. Masyarakat patut untuk terus diberikan literasi, menangkal hoaks yang seringkali menjadi duri. Statistisi akan terus mengelola informasi, memberikan interpretasi, menampilkan sejumlah publikasi dalam rangka diseminasi. Semua untuk negeri, yang sama-sama kita cintai.

#disarikan dari Rapat Koordinasi Sinkronisasi Basis Data Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Provinsi Bengkulu, Hotel Grage 31 Agustus 2021.

https://www.bengkulutoday.com/sejuta-rumah-untuk-negeri

 

Jumat, 16 Juli 2021

Sandungan Langkah

Dapur harus tetap berasap dan jangan sampai periuk nasi terguling. ungkapan pepatah tua seperti ini menjadi alasan mengapa seolah awam abai akan anjuran untuk berdiam dirumah saja selama masa pandemi. Bagi sebagian besar orang, melakukan aktivitas kegiatan untuk menghasilkan pendapatan memang tidak mesti keluar rumah, namun bagi sebagian (besar) yang lain terkadang tidak ada jalan lain selain harus keluar rumah. Berharap akan bantuan sosial dari pemerintah ataupun donatur lain diluar pemerintah sepertinya pun belum menjamin dapur akan tetap berasap. Ketidakhadiran ditempat seseorang biasa melakukan aktivitas ekonomi, entah itu di perkantoran, di pusat perbelanjaan, di persawahan/perkebunan dan atau di lokasi lokasi lainnya, bisa saja menggulingkan periuk nasi. Seberapa banyak yang masih memakai periuk untuk menanak nasi, atau seberapa banyak rumah yang dapurnya masih berasap jika memasak? Pertanyaan ini tentu tidak ditujukan untuk menemui jawaban bahwa modernisasi sudah membuat pertanyaan tersebut menjadi tidak relevan lagi dimasa kini. Justru merelevansikan pertanyaan yang berawal dari ungkapan pepatah tua diawal tadi harus dilakukan saat ini bahkan sampai nanti ketika tujuan bernegara sudah benar benar mewujud.

Pandemi yang masih menggelayuti negeri ini memaksa pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), di beberapa region bahkan dalam konsep kedaruratan. Tidak cukup dengan Jawa-Bali pengetatan PPKM pun diberlakukan pada 43 kota non Jawa-Bali lainnya. “New normal” yang digaungkan beberapa waktu lalu sempat memberikan angin segar akan bangkitya kondisi perekonomian. Beberapa indikator makro ekonomi memang memperlihatkan indikasi demikian, namun situasi belakangan seakan memupus harapan tersebut.

Menparekraf Sandiaga Uno mengatakan bahwa pariwisata menjadi sektor yang paling terdampak wabah pandemi Covid-19 sehingga diperlukan gercep, geber, dan gaspol. “Gercep” menurut Sandiaga adalah bergerak cepat, sementara “geber” adalah bergerak bersama-sama, memanfaatkan semua potensi untuk membangkitkan dan mempertahankan industri pariwisata. Sementara “gaspol” adalah menggarap semua potensi lapangan pekerjaan yang ada. Menyadari akan perlu adanya pemulihan yang seimbang dan simultan antara kesehatan dan persiapan bangkitnya ekonomi pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai bagian dari pilar ekonomi untuk melanjutkan ekonomi nasional, maka sudah sepatutnya mendorong seluruh pelaku pariwisata melakukan adaptasi dengan memenuhi syarat protokol Cleanliness, Healthy, Safety and Environmental Sustainability (CHSE) atau memenuhi dari segi Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan dan Keberlanjutan Lingkungan (K4).

Pandemi Covid-19 meluluhlantakkan seluruh aktivitas pariwisata hingga mati suri. Sekalipun semua orang ingin traveling, kesehatan diri dan keluarga jadi prioritas tertinggi saat ini. Maka, tetap tinggal di rumah jadi pilihan terbaik. Hal itu berdampak pada penurunan pendapatan sektor pariwisata secara global, termasuk Indonesia. Penerbangan dibatasi, hotel-hotel tidak terisi, hingga berbagai tempat wisata sepi pengunjung. Sebagai salah satu daerah potensi tujuan wisata, dampak pandemi mulai terasa di Bengkulu sejak awal triwulan kedua tahun 2020, pasca pemerintah mengumumkan secara resmi bahwa virus Corona Wuhan telah menjangkiti 2 warga Indonesia pada maret.

Amatan rutin yang selalu dirilis oleh BPS pada tiap awal bulan terkait dengan indikator kepariwisataan antara lain adalah data transportasi dalam moda angkutan udara. Jumlah penumpang pesawat yang tercatat menggunakan moda angkutan ini melalui bandara Fatmawati baik “dari” (berangkat) maupun “ke” (datang) mulai menurun pada awal kuartal kedua 2020. Jika pada kondisi normal tahun sebelumnya (2019) total penumpang berkisar antara 52 ribu sampai 74 ribu orang setiap bulannya, sejak pandemi angka nya tidak lebih dari 10 ribu orang perbulan pada triwulan kedua 2020. Angka tersebut bergerak naik pada triwulan ketiga hingga mencapai kisaran 20 ribuan penumpang setiap bulan. Seiring penerapan kondisi “New Normal”, jumlah penumpang pada triwulan penghujung 2020 sepertinya mengindikasikan sebuah besaran “rataan baru” jumlah penumpang pesawat di bandara Fatmawati dengan kisaran 30 ribuan orang setiap bulannya. Sampai pertengahan tahun ini rataan penumpang perbulan tercatat masih di kisaran 30 ribuan orang. Sejauh ini sepertinya langkah mengejar normal untuk kondisi penerbangan baru mampu menggapai setengah.

Indikator kepariwisataan lain yang juga dirilis rutin setiap bulan adalah data hunian hotel berbintang. Seirama dengan data penerbangan, kondisi hunian hotel tahun 2019 sampai triwualn pertama 2020 berada pada kisaran 46-69 persen setiap bulannya. Kondisi hunian hotel memburuk ditriwulan kedua 2020 dengan kisaran hanya 14-21 persen perbulan dan sedikit merangkak menjadi 40 persen perbulan pada triwulan ketiga. Tingkat hunian memuncak di triwulan keempat dengan capaian 45-50 persen setiap bulannya. Langkah mengejar normal untuk hunian hotel sepertinya terkondisikan stagnan pada kisaran 32-38 persen saja sebagaimana tercermin dari data amatan sampai dengan pertengahan tahun 2021. Sepertinya indikator tingkat hunian hotel ini pun baru mampu menggapai setengah dari kondisi normal.

Bagaimana kondisi kedepan, apakah kepariwisatan akan mampu bertahan? Berpikir positif di tengah masa sulit tak selalu mudah. Namun, adaptasi dan fleksibilitas adalah kunci utama yang harus dipegang siapa saja yang berkecimpung dalam industri hospitality & tourism. Bagaimanapun juga, perubahan adalah satu-satunya hal yang terus terjadi di dunia. mengubah strategi untuk bisa bertahan di masa pandemi jadi langkah realistis yang bisa dilakukan penggiat pariwisata. Masih ada harapan untuk masa depan pariwisata setelah pandemi. Hal yang terpenting dilakukan saat ini adalah fokus pada pengendalian pandemi secara agresif: tes, tracing, isolasi, dan perawatan pasien. Pemulihan ekonomi akan mudah dilakukan kemudian ketika jumlah kasus melandai dan menunjukkan tren positif.

Dua indikator kepariwisataan yang dikemukakan mungkin tidak sepenuhnya merepresentasi kondisi yang mampu memprediksi situasi kedepan. Walaupun tidak sepenuhnya mampu merepresentasikan situasi, setidaknya menuju setengah upaya menggugah rasa. Rasa untuk selalu berpikir analitik yang kelak meriap menjadi candu. Kecanduan positif tentunya, bukan sebaliknya. Melepaskan diri dari candu merupakan salah satu cara membawa hidup lebih bahagia, tenang dan bijaksana. Apa candumu? Apakah berita, media sosial, atau grup percakapan berbaris-baris yang menghadirkan kepanikan, ketakutan dan perasaan tidak tenang? Menghentikan kecanduan akan hal-hal yang menghadirkan kepanikan, ketakutan dan perasaan tidak tenang akan menyelematkan Temukan dan lakukan langkah konkret agar hidup lebih bahagia, tenang dan bijaksana. Berharap menggelorakan semangat bertarung untuk selalu menggenapkan langkah, jangan cuma setengah. Semoga pandemi yang menjadi sandungan tidak membuat jatuh terjerembab.

https://www.garudadaily.com/sandungan-langkah


Senin, 22 Maret 2021

Pertanian, Sekedar Pelarian

Kinerja perekonomian dalam jangka panjang akan merubah corak perekonomian sebuah wilayah. Perubahan corak perekonomian suatu wilayah secara teoritis akan bergerak dari apa yg biasa disebut sebagai perekonomian tradisional ke modern, dari agraris ke non agraris, dari primer ke skunder, atau berbagai istilah lain yang senada. Suatu wilayah/region akan mengalami transformasi struktural baik secara alamiah ataupun atas adanya suatu rekayasa kebijakan yang mengarah pada capaian tertentu.

Proses transformai struktural setidaknya ditandai oleh perubahan struktur ekonomi dan struktur tenaga kerja. Sistem neraca nasional (system national account) yang kini dipakai, membagi klasifikasi lapangan usaha pada nilai produk domestik bruto (PDB) kedalam beberapa kategori, dalam rilis berita resmi statistik (BPS) setidaknya ditampilkan 17 kategori, sebelumnya biasa dikemas dalam 9 sektor lapangan usaha. Walaupun berbeda jumlah klasifikasi kategori lapangan usaha, namun tata urutan penyajiannya tetaplah bermula dari kelompok sektor primer (agriculture) kemudian kelompok sektor skunder (manufacture) dan ditutup oleh sektor tersier (service). Tata urutan inilah yang menjadi titik awal sebuah perekonomian mulai bertransformasi dalam jangka panjang.

Pada awalnya pangsa sektor primer selalu lebih besar dari sektor sekunder dan seterusnya tersier, ketika sebuah perekonomian dikatakan masih tradisional. Besaran pangsa masing-masing kategori lapangan usaha dalam jangka pendek mungkin cenderung bersifat konstan, tapi perlahan berubah mengikuti arah transformasi.Transformasi struktural juga ditandai oleh perubahan struktur penggunaan tenaga kerja dalam perekonomian. Hal ini terkait dengan daya serap masing-masing sektor  ekonomi yang idealnya sejalan dengan perubahan struktur ekonomi.

Menelisik data terakhir (2020), sektor pertanian masih menunjukkan kinerja yang lebih baik dibanding sektor lain disaat pandemi membayang-bayangi. Pada skala nasional, pangsa sektor ini bahkan meningkat sekitar 1 persen dari tahun -tahun sebelumnya dari kisaran 13 persen menjadi 14 persen dalam pembentukan PDB. Peningkatan pangsa sektor pertanian merambat lurus pada hampir semua pergeseran pangsa sektor lain yang menyebabkan penurunan pangsa sektor lain secara merata. Sementara itu, pangsa tenaga kerja sektor pertanian di level nasional meningkat 2 persen dari tahun-tahun sebelumnya dari kisaran 28 persen menjadi 30 persen. Sektor ini terpaksa menyerap tenaga kerja lebih dari 2 kali lipat kontribusi nilai tambahnya dalam pembentukan PDB. Pola pergeseran pangsa tenaga kerja tidak sama halnya dengan pergeseran pangsa nilai tambah bruto. Penurunan pangsa tenaga kerja terjadi pada sektor-sektor sekunder/manufaktur, sedangankan pada sektor-sektor tersier/jasa sedikit mengalami kenaikan.

Potret data yang sama untuk Bengkulu, menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 28,36 persen pada pembentukan PDRB tahun 2020, sedikit lebih tinggi dibanding tahun 2019 (28,17 persen) namun lebih rendah dari tahun 2018 (28,66 persen). Dengan kata lain sebenarnya bisa dikatakan kontribusi sektor ini relatif konstan. Hal senada juga terjadi pada sektor-sektor yang lain, atau secara umum dapat juga dikatakan bahwa tidak/belum terjadi transformasi struktur ekonomi dalam kurun waktu tiga tahun tersebut.

Bagaimana dengan tenaga kerja ? Pangsa tenaga kerja sektor pertanian tercatat sebesar 46,88 persen di tahun 2020, sebuah angka yang menggambarkan dominasi penggunaan tenaga kerja. Angka ini meningkat lebih dari 2 persen dibanding kondisi 2019 (44,65 persen), namun turun lebih dari 3 persen dibanding tahun 2018 (49,98 persen). Jika pada 2019 (sebelum pandemi) sektor pertanian terpaksa menyerap tenaga kerja 1,58 kali kontribusi nilai tambah nya dan ini lebih kecil dari tahun sebelumnya (1,74 kali), pandemi mengakibatkan sektor pertanian dipaksa kembali meningkatkan penyerapan tenaga kerja menjadi 1,65 kali dari pangsa PDRB nya.

Sektor perdagangan merupakan sektor dengan kontribusi PDRB terbesar berikutnya yang juga terpaksa menyerap tenaga kerja lebih besar dari kemampuannya menyumbangkan nilai tambah. Dengan kontribusi PDRB sekitar 14 persen, sektor ini memiliki pangsa tenaga kerja sekitar 16 persen. Kontribusi kedua sektor ini (pertanian & perdagangan) dalam penyerapan tenaga kerja mencapai lebih dari 63 persen namun hanya membentuk nilai tambah sekitar 43 persen. Catatan khusus untuk sektor pertanian pada masa pandemi adalah bahwa terjadinya peningkatan pangsa tenaga kerja tidak menyebabkan peningkatan pada pangsa PDRB walaupun laju pertumbuhannya menunjukkan tren positif (0,38 persen).

Beberapa pemerhati mengatakan bahwa pandemi memperlihatkan betapa tangguhnya sektor pertanian. Tetap tumbuh positif ketika yang lain mengalami kontraksi. Pandemi membuat proses transformasi struktural menjadi terhambat bahkan mungkin membuatnya berbalik arah. Jika demikian halnya, yang patut menjadi pertanyaan adalah apakah benar sektor pertanian telah teruji ketangguhannya oleh pandemi ? Atau sebenarnya semata hanya tempat pelarian ?

Pasat jalan karena ditempuh. Jikalau tersesat kembalilah ke pangkal. Setinggi apapun bangau terbang, pastikan kembali. Dari pertanian “proses transformasi” bermula, jadikan sebagai pijakan dan jangan sekedar pelarian.

https://www.garudadaily.com/pertanian-sekedar-pelarian 

Konversi dalam Kalkulasi Produksi

Wacana impor beras yang belakangan digagas pemerintah menuai kontroversi para pemerhati, baik dari kalangan akademisi maupun praktisi pertanian. Tanda tanya muncul ketika BPS memperkirakan bahwa produksi padi justru akan mencapai puncak pada periode sub round pertama tahun ini. Perkiraan masa puncak panen raya padi memang relatif hampir bersamaan di sebagian besar sentra produksi padi, tentu dengan catatan jika tidak ada serangan hama atau bencana alam yg melanda. Sehingga secara nasional produksi beras diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan pangan. Namun demikian spasial data dalam rilis berita resmi statistik memberikan gambaran bahwa tingkat kecukupan penyediaan beras untuk konsumsi yang bersumber dari produksi lokal, berbeda-beda antar wilayah. Sepanjang tahun 2020 beberapa wilayah bisa dikatakan surplus, sementara beberapa wilayah lain mengalami defisit. Suatu wilayah dikatakan surplus jika produksi nya lebih besar dibanding kebutuhan untuk konsumsi, sebaliknya dikatakan defisit ketika kebutuhan konsumsi lebih tinggi daripada produksi. Kalkulasi nasional yang masih surplus sebenarnya masih bisa menjamin ketercukupan kebutuhan beberapa wilayah yang defisit, dengan pendistribusian antar wilayah secara proporsional.

Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang termasuk sebagai wilayah terkategori defisit dalam hal ini. Dengan luasan panen sebesar 64.137 hektar pada 2020, Bengkulu mampu menghasilkan 292.834 ton gabah kering giling (GKG). Jika dikonversikan ke beras, akan setara dengan 167.793 ton beras. Sementara konsumsi perkapita penduduk yang berkisar 78,27 kg per tahun mengkalkulasi perkiraan kebutuhan beras tahun 2020 sebesar 196.944 ton. Terdapat selisih sebesar 29.150 ton yang mengindikasikan adanya defisit penyediaan beras dari produksi lokal. Hal ini yang bisa menimbulkan terjadinya proses impor ke wilayah Bengkulu, tentu masih dalam konteks perdagangan antar wilayah. Defisit beras bukanlah kali pertama terjadi untuk wilayah Bengkulu, tahun sebelumnya (2019) nilai defisit mencapai angka 25.981 ton, lebih rendah dibanding tahun 2020. Jangan pula serta merta mengatakan pandemi sebagai penyebab meningkatnya defisit.

Beras hanyalah salah satu komoditi dari sejumlah komoditas pangan yang diwacanakan akan diimpor untuk memenuhi kebutuhan nasional. Istilah “konversi” yang disebutkan dalam memperkirakan ketersediaan beras lokal merupakan sejurus pemaksaan matematis dalam kalkulasi. GKG seolah dipaksa digiling dan disosoh menjadi beras dalam perhitungan dengan sebuah konstanta konversi, walaupun pada kenyataannya belum tentu terjadi proses penggilingan dan penyosohan terhadap seluruh padi dalam periode tersebut. Satu hal lagi yang perlu diingat adalah jika pun seluruh GKG memang telah menjadi beras, belumlah tentu konsumen akan serta merta bisa menemukannya di pasar dan segera menanaknya menjadi nasi. Maka konsepsi surplus pun menjadi suatu hal yang masih perlu diperdebatkan jika akan dihubungkan dengan stabilitas harga. Sekali lagi tidak hanya beras, komoditas pangan apapun akan sama halnya. Satu contoh lagi ketika dikatakan bahwa dari data jumlah ternak sapi dikalkulasi per ekor nya akan menghasilkan rata-rata sekian kilogram daging, lantas dikatakan produksi daging sapi akan bisa mencukupi kebutuhan daging. Hanya harimau dan sejenisnya yang bisa melihat sapi sebagai santapan siap saji, itu pun jika terletak dalam jangkauan penerkaman.

Betapa pentingnya sektor pertanian dalam konteks ketahanan pangan menjadikannya wajib mewarnai corak perekonomian suatu negara. Kegagalan perang yang dialami beberapa negara antara lain tercatat dalam sejarah karena logistik pangan yang tidak mencukupi. Kinerja perekonomian dalam jangka panjang akan merubah corak perekonomian sebuah wilayah. Perubahan corak perekonomian suatu wilayah secara teoritis akan bergerak dari apa yg biasa disebut sebagai perekonomian tradisional ke modern, dari agraris ke non agraris, dari primer ke skunder, atau berbagai istilah lain yang senada. Suatu wilayah/region akan mengalami transformasi struktural baik secara alamiah ataupun atas adanya suatu rekayasa kebijakan yang mengarah pada capaian tertentu.

Proses transformai struktural setidaknya ditandai oleh perubahan struktur ekonomi dan struktur tenaga kerja. Sistem neraca nasional (system national account) yang kini dipakai, membagi klasifikasi lapangan usaha pada nilai produk domestik bruto (PDB) kedalam beberapa kategori, dalam rilis berita resmi statistik (BPS) setidaknya ditampilkan 17 kategori, sebelumnya biasa dikemas dalam 9 sektor lapangan usaha. Walaupun berbeda jumlah klasifikasi kategori lapangan usaha, namun tata urutan penyajiannya tetaplah bermula dari kelompok sektor primer (agriculture) kemudian kelompok sektor skunder (manufacture) dan ditutup oleh sektor tersier (service). Tata urutan inilah yang menjadi titik awal sebuah perekonomian mulai bertransformasi dalam jangka panjang.

Pada awalnya pangsa sektor primer selalu lebih besar dari sektor sekunder dan seterusnya tersier, ketika sebuah perekonomian dikatakan masih tradisional. Besaran pangsa masing-masing kategori lapangan usaha dalam jangka pendek mungkin cenderung bersifat konstan, tapi perlahan berubah mengikuti arah transformasi.Transformasi struktural juga ditandai oleh perubahan struktur penggunaan tenaga kerja dalam perekonomian. Hal ini terkait dengan daya serap masing-masing sektor  ekonomi yang idealnya sejalan dengan perubahan struktur ekonomi.

Menelisik data terakhir (2020), sektor pertanian masih menunjukkan kinerja yang lebih baik dibanding sektor lain disaat pandemi membayang-bayangi. Pada skala nasional, pangsa sektor ini bahkan meningkat sekitar 1 persen dari tahun -tahun sebelumnya dari kisaran 13 persen menjadi 14 persen dalam pembentukan PDB. Peningkatan pangsa sektor pertanian merambat lurus pada hampir semua pergeseran pangsa sektor lain yang menyebabkan penurunan pangsa sektor lain secara merata. Sementara itu, pangsa tenaga kerja sektor pertanian di level nasional meningkat 2 persen dari tahun-tahun sebelumnya dari kisaran 28 persen menjadi 30 persen. Sektor ini terpaksa menyerap tenaga kerja lebih dari 2 kali lipat kontribusi nilai tambahnya dalam pembentukan PDB. Pola pergeseran pangsa tenaga kerja tidak sama halnya dengan pergeseran pangsa nilai tambah bruto. Penurunan pangsa tenaga kerja terjadi pada sektor-sektor sekunder/manufaktur, sedangankan pada sektor-sektor tersier/jasa sedikit mengalami kenaikan.

Potret data yang sama untuk Bengkulu, menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 28,36 persen pada pembentukan PDRB tahun 2020, sedikit lebih tinggi dibanding tahun 2019 (28,17 persen) namun lebih rendah dari tahun 2018 (28,66 persen). Dengan kata lain sebenarnya bisa dikatakan kontribusi sektor ini relatif konstan. Hal senada juga terjadi pada sektor-sektor yang lain, atau secara umum dapat juga dikatakan bahwa tidak/belum terjadi transformasi struktur ekonomi dalam kurun waktu tiga tahun tersebut.

Bagaimana dengan tenaga kerja ? Pangsa tenaga kerja sektor pertanian tercatat sebesar 46,88 persen di tahun 2020, sebuah angka yang menggambarkan dominasi penggunaan tenaga kerja. Angka ini meningkat lebih dari 2 persen dibanding kondisi 2019 (44,65 persen), namun turun lebih dari 3 persen dibanding tahun 2018 (49,98 persen). Jika pada 2019 (sebelum pandemi) sektor pertanian terpaksa menyerap tenaga kerja 1,58 kali kontribusi nilai tambah nya dan ini lebih kecil dari tahun sebelumnya (1,74 kali), pandemi mengakibatkan sektor pertanian dipaksa kembali meningkatkan penyerapan tenaga kerja menjadi 1,65 kali dari pangsa PDRB nya.

Sektor perdagangan merupakan sektor dengan kontribusi PDRB terbesar berikutnya yang juga terpaksa menyerap tenaga kerja lebih besar dari kemampuannya menyumbangkan nilai tambah. Dengan kontribusi PDRB sekitar 14 persen, sektor ini memiliki pangsa tenaga kerja sekitar 16 persen. Kontribusi kedua sektor ini (pertanian & perdagangan) dalam penyerapan tenaga kerja mencapai lebih dari 63 persen namun hanya membentuk nilai tambah sekitar 43 persen. Catatan khusus untuk sektor pertanian pada masa pandemi adalah bahwa terjadinya peningkatan pangsa tenaga kerja tidak menyebabkan peningkatan pada pangsa PDRB walaupun laju pertumbuhannya menunjukkan tren positif (0,38 persen).

Beberapa pemerhati mengatakan bahwa pandemi memperlihatkan betapa tangguhnya sektor pertanian. Tetap tumbuh positif ketika yang lain mengalami kontraksi. Pandemi membuat proses transformasi struktural menjadi terhambat bahkan mungkin membuatnya berbalik arah. Jika demikian halnya, yang patut menjadi pertanyaan adalah apakah benar sektor pertanian telah teruji ketangguhannya oleh pandemi ? Atau sebenarnya semata hanya tempat pelarian ? Bukan makan namanya kalo belum ketemu nasi, catatan ini hanyalah sebuah kalkulasi.

https://www.bengkulutoday.com/konversi-dalam-kalkulasi-produksi-catatan-bengkulu-defisit-beras

https://www.wartaprima.com/konversi-dalam-kalkulasi-produksi-catatan-bengkulu-defisit-beras

https://bengkulu.siberindo.co/20/03/2021/konversi-dalam-kalkulasi-produksi-catatan-bengkulu-defisit-beras/

https://hwnews.id/konversi-dalam-kalkulasi-produksi-catatan-bengkulu-defisit-beras/ 

buku ketiga

Analisi model Input Output (IO) memusatkan perhatian pada perekonomian dalam sebuah kondisi ekuilibirium dan model ini merupakan varian terb...