Jika dilihat
dari sisi luasan areal tanaman menghasilkan (TM), kelapa sawit adalah tanaman
perkebunan unggulan yang luas areal TM-nya terus bertambah. Pertambahan luas
areal TM juga terjadi pada tanaman karet yang menunjukkan adanya kegiatan
peremajaan. Fluktuasi terjadi pada pertambahan luas areal TM kelapa, kayu manis
maupun kopi. Kopi menunjukkan kecenderungan menurun, sementara kayu manis dan kelapa cenderung meningkat. Sementara jika
dilihat dari sisi produksi, kelapa sawit, kopi dan kayu manis merupakan tiga
jenis tanaman yang mengalami pertumbuhan produksi cukup pesat. Kontribusi
subsektor perkebunan dalam pembentukan nilai tambah bruto sektor pertanian
meningkat dari 39,88 persen di tahun 2003 menjadi lebih dari 55,25 persen pada
tahun 2013.
Tenaga kerja
sebagai salah satu faktor produksi mendapatkan upah sebagai balas jasa.
Meskipun kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB masih merupakan
yang terbesar namun penumpukan tenaga kerja yang terjadi mencerminkan tingkat
produktivitasnya yang relatif rendah. Sektor pertanian yang sudah semakin kecil
peranan relatifnya dalam pembentukan PDRB masih harus menampung sebagian besar
tenaga kerja. Kondisi ini kemungkinan justru dipicu oleh rendahnya
produktivitas tenaga kerja sektor pertanian yang menjadikannya fleksibel
sebagai penampung tenaga kerja yang kurang mampu bersaing untuk masuk ke dalam
pasar kerja di sektor lain. Pertanian menampung
sebagian besar angkatan kerja yang bekerja. Lebih dari 50 persen angkatan kerja,
bekerja diberbagai subsektor dalam sektor pertanian. Karakteristik sektor
pertanian yang sangat mudah untuk dimasuki oleh pekerja menjadikannya sebagai
wadah terbesar tenaga kerja. Tidak mensyaratkan tingkat pendidikan yang
tinggi, tidak butuh keahlian khusus,
responsif terhadap gender dan menyediakan kapasitas besar, merupakan faktor
penyebab sektor pertanian masih menjadi andalan penggerak perekonomian.
Pendapatan dari
sektor pertanian harus mencukupi kebutuhan hidup petani, sehingga
keberlangsungan produksi pertanian dapat dipertahankan. Apabila pendapatan yang
diterima rumah tangga usaha pertanian jauh dari yang mereka harapkan maka akan
ada kemungkinan mereka mencari sumber pendapatan dari sektor lain yang
mengakibatkan terhentinya produksi dan menurunnya pertumbuhan pertanian.
Tingkat
kecukupan pendapatan rumah tangga usaha pertanian di
provinsi Jambi dari hasil Survey
Pendapatan Petani berada di level yang bagus, hal
tersebut dapat dilihat dari angka tingkat kecukupan yang mencapai lebih dari 50
persen. 73,24 persen rumah tangga usaha pertanian berada pada level cukup,
18,42 persen di level kurang (rumah tangga usaha pertanian merasa kurang
apabila mereka menggantungkan sumber pendapatan dari pertanian saja), sedangkan
sisanya masuk kategori lebih dari cukup. Petani seringkali dikonotasikan
sebagai sesuatu yang identik dengan kemiskinan.
Kemiskinan
telah dipahami sebagai salah satu persoalaan mendasar yang selalu menjadi
perhatian utama pemerintah di setiap negara. Kebijakan-kebijakan pemerintah
dalam pengentasan kemiskinan akan sangat bergantung kepada berbagai aspek,
salah satunya adalah data kemiskinan yang akurat serta mampu memfasilitasi
perbandingan antar waktu dan wilayah. Begitu luasnya dimensi kemiskinan, namun
terbukti sulit sekali mengembangkan pengukuran yang dapat menangkap
multidimensionalitas ini.
Perkembangan pengukuran kemiskinan sebenarnya mulai
mengalami pergeseran yang cukup berarti, hal ini ditandai dengan adanya
analisis Human Development Report
(HDR) yang dikembangkan oleh United
National Development Program (UNDP) dan Oxford
Poverty and Human Development Initiative (OPHI). Sejak tahun 2010, UNDP dan
OPHI menyepakati sebuah inisiasi pengukuran kemiskinan baru melalui Indeks
Kemiskinan Multidimensi (multidimensional
poverty index) yang dimuat dalam HDR 2010. Indeks Kemiskinan Multidimensi (IKM) melihat
struktur kemiskinan lebih luas, bukan sekedar pendapatan atau konsumsi tapi
mendefiniskan secara multidimensi seperti keterbatasan akses terhadap
pendidikan, kesehatan dan kualitas hidup. (IKM) mengukur kekurangan (deprivation) setiap individu ke dalam 3 dimensi yaitu kesehatan,
pendidikan dan standar hidup.
Rumah tangga pertanian di Provinsi Jambi yang
terkategori miskin multidimensi mencapai 15,59 persen diikuti 22,55 persen
rentan untuk menjadi miskin multidimensi. Khusus di subsektor perkebunan yang
katanya menjadi andalan pertanian Jambi, terdapat 15,44 persen rumah tangga
tergolong miskin multidimensi dan 22,94 persen rentan miskin. Rumah tangga
pertanian yang mengandalkan subsektor pertanian lain selain perkebunan
dipastikan mengalami kerentanan lebih tinggi untuk menjadi miskin multidimensi.
Demikian hasil survey yang dilakukan BPS dalam rangkaian kegiatan Sensus
Pertanian.
Kerentanan suatu rumah tangga pertanian menjadi
semakin mengkhawatirkan jika melihat Nilai Tukar Petani (NTP) yang tidak
terlalu menjanjikan. Sebagai sebuah ratio antara suatu nilai yang “diterima” dengan
yang harus “dibayar” oleh petani maka setidaknya bernilai diatas 100 dalam
skala indeks. Meskipun bukan sebuah indikator yang tepat untuk menggambarkan
tingkat kesejahteraan petani, NTP yang cenderung rendah (dibawah nilai100:
lihat Berita Resmi Statistik, BPS Provinsi
Jambi) akan menggerus proporsi rumahtangga pertanian dengan tingkat
kecukupan pendapatan yang berada di level cukup baik. Jika ini terus berlanjut
maka bukan tidak mugkin rumah tangga yang rentan miskin akan menjadi rumah
tangga pertanian miskin secara multi dimensi.
Kapasitas adopsi
teknologi oleh petani yang relatif rendah (baik secara teknis maupun terlebih
lagi secara ekonomi) merupakan ganjalan yang paling sering dihadapi dalam
proses difusi teknologi. Kegiatan budidaya pertanian adalah kegiatan bisnis.
Petani harus dilihat sebagai pebisnis. Keuntungan finansial merupakan unsur
yang efektif memotivasi petani untuk meningkatkan kinerja. Dengan demikian maka
pengelolaan agroekosistem pertanian hanya akan berhasil jika kesejahteraan
petani merupakan bagian utama dari skenario besarnya.
Walaupun
beberapa pihak menyatakan kita telah mencapai kembali status swasembada pangan,
namun kesejahteraan petani tanaman pangan pokok tidak menjadi lebih baik.
Keberlanjutan upaya pencapaian swasembada pangan akan sangat rapuh jika
pengabaian upaya menyejahterakan petani tetap berlanjut. Gejala ini sudah mulai
menampakkan diri misalnya minat tenaga kerja untuk berkiprah di sub sektor
tanaman pangan semakin menurun. Minat lulusan sekolah menengah atas untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi di bidang ilmu pertanian juga semakin
merosot. Maknanya dalam jangka panjang akan sulit mencari para aktor pelaku
produksi pertanian, tanaman pangan khususnya.
dimuat dalam OPINI harian Jambi Independent, Senin 16 February 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar