Kamis, 26 Maret 2020

Memintal Benang Merah Perstatistikan

Betapa repotnya negara mengurusi berita “hoax” akhir akhir ini. Media yang paling sulit untuk bisa dikendalikan dalam masifnya penyebaran “hoax” adalah media sosial. Para penyebar (sumber awal) berita hoax berupaya membentuk ataupun menggiring opini masyarakat secara lebih luas dengan sangat tendensius. Masing-masing berita hoax memiliki arah tujuan pembentukan opini dengan motif tertentu. Yang paling sering mengemuka adalah tujuan politis tentunya, walaupun banyak juga tertuju pada pembentukan opini lain. Sumber awal sebuah berita hoax lah yang paham betul apa dan kearah mana sebenarnya sebuah opini akan diarahkan oleh suatu yang disebar, sementara penyebar penyebar berikut (re-share) kebanyakan tidak paham secara utuh maksud tersebut.
Menulis opini disebuah media cetak, pun sebenarnya hendak bermaksud membentuk dan menggiring opini pembaca. Dampaknya sangat bergantung pada gaya dan konten dari tulisan tersebut. Tulisan yang didasarkan pada data dan informasi yang terpercaya tentu akan memiliki kekuatan besar dalam pembentukan opini di ujung tulisan. Data dan informasi bisa jadi berasal dari penulis sendiri, atau institusi maupun berupa kajian literature. Jika penulis menggunakan data dan informasi hasil observasi sendiri tentu tingkat kepercayaan pembaca akan sangat bergantung pada kapabilitas sipenulis pada pokok bahasan yang ditulisnya menurut ukuran pembaca secara subjektif. Penggunaan data yang berasal dari sumber lain diluar si penulis lebih sering di gunakan. Ini tentunya diharapkan dapat lebih meyakinkan pembaca ketika disebutkan bahwa sumber informasi dari bahan tulisan adalah institusi terpercaya.
Jelang Pilkada, jelang PEMILU dan jelang Pilpres; perang opini pun terjadi didasarkan data sebagai amunisi. Data yang sama bahkan dari sumber informasi yang sama terkadang berupaya menggiring opini kearah yang berseberangan. Kenapa bisa begitu ? Data bisa mencerdaskan bangsa, tapi juga bisa digunakan untuk mem-bodohi adak bangsa. Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai sebuah institusi penghasil data yang sudah terlanjur dilabeli sebagai pelopor data statistik terpercaya di negeri ini sering dijadikan sebagai sumber data oleh beberapa penyebar opini. Seolah mirip MUI yang berhak dan dipercaya melabeli produk halal, ketika sebuah data disebutkan berasal dari BPS maka label valid pun seakan melabeli data tersebut. Padahal ada juga konsumen yang tidak memerhatikan apakah ada label halal MUI pada suatu produk sebelum dikonsumsinya.
Beberapa opini yang termuat di media cetak lokal maupun nasional se-nusantara dipenuhi oleh tulisan yang menggunakan data BPS dan bahkan ditulis oleh “orang dalam” BPS. Label “halal” seolah menjamin tulisan tersebut hampir pasti dimuat oleh redaksi. Kali ini BPS berhasil memotivasi “orang dalam” nya untuk mendiseminasikan output institusinya ke publik melalui media cetak. Kolom opini pun jadi ajang perlombaan tampil para penulis baru dari BPS. Yang menarik untuk dicermati adalah apakah ada tendensi dari tulisan mereka ? Niat mencerdaskan bangsa tentu ya, tapi menggiring opini, sepertinya tidak. Sebagai orang dalam dari sebuah institusi penghasil data, mereka sebenarnya lebih memahami proses bagaimana data itu dihasilkan, tidak pada menggiring opini dengan data tersebut. Ketika tanpa sengaja atau pun disengaja ternyata tulisan mereka mampu menggiring opini pembaca, tentu lebih pada kemampuan atau maksud pribadi masing-masing penulis dan bukan pada kapabilitasnya sebagai warga BPS. Satu hal lagi yang bisa dipastikan adalah tulisan opini tersebut tentu bukan hoax. Lantas jika tulisan itu dimunculkan dalam kolom opini oleh redaksi media cetak, mungkin redaksi bermaksud memancing pembaca lain untuk beropini setelah membaca tulisan tersebut.
Menjelang Hari Statistik Nasional (HSN) yang diperingati setiap tanggal 26 September, setidaknya mengingatkan kita pada pentingnya meningkatkan literasi statistik di kalangan masyarakat luas. Setidaknya ini bisa menangkal bahaya laten penggiringan opini akibat pemberitaan hoax yang cenderung semakin masif. Data yang mencerdaskan bangsa, tentu berawal dari kerja statistik yang terukur, mulai dari proses pengumpulan, pengolahan, penyajian maupun analisanya. Proses tersebut patut didukung oleh kaidah dan metodologi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kaidah ilmiah menuntut kejujuran walaupun tidak juga bisa luput dari kesalahan. Mereka yang berkutat dibidang statistik atau bisa disebut sebagai seorang statistisi sangat paham bagaimana cara menangkal hoax dengan pencarian fakta dan data yang benar. Namun terkadang, mencari benang merah antara “pintalan interpretasi” berbagai data yang berserak menjadi kendala bagi seorang statistisi murni.
Akademisi dengan berbagai kajian keilmuan yang lain diluar statistik lah yang diharapkan mampu menghasilkan pintalan benang merah tersebut, lalu secara bersama menenun nya menjadi “kain analisis” dalam sebuah forum kajian. Apakah kelak kain itu bermotif tertentu sangatlah bergantung pada objektifitas dan fokus kajian. Sekali lagi dituntut keseriusan me-literasi statistik dalam rangka mencerdaskan bangsa. Jikalau subjektivitas kembali melandasi tenunan “kain analisis” yang dipublis dimuka umum, apatah bedanya dengan hoax. Ini mungkin yang bisa disebut melacur kan keilmuan, dan semua jenis pelacuran sangatlah menjijikkan. Lantas sesiapa yang kemudian menggunakan kain tersebut menjadi pakaian berjahit akan tampak menjijikkan pula, walau model nya dirancang desainer terkenal sekalipun.
Kapas yang berkualitas, dipintal menjadi benang, dirajut menjadi kain, dijahit menjadi pakaian, didesain secara apik, serasi dipakai dibadan, tampil anggun dimuka umum, dipandang elok oleh khalayak. Data berkualitas, interpretasi tepat, analisa mendalam, kebijakan tepat dan terukur, program aksi menyentuh, birokrasi visioner dan bermartabat. Milenial terkadang tidak paham majas hyperbola, budaya timur yang membedakan kita dengan barat. Perlu berulang membaca untuk memahaminya. Tidak cukup dengan “skimming”. Pasat jalan karena ditempuh, hafal kaji karena diulang.
Semua berawal dari pencatatan. Catatan yang sesuai dengan realita. Catatan yang merangkum semua. Catatan yang bersih. Catatan yang lengkap. Catatan tentang Kita, tentang semua catatan yang kita punya. Tentang Indonesia, karena Kita lah Indonesia. Sensus Penduduk 2020; Mencatat Indonesia. Dirgahayu perstatistikan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

buku ketiga

Analisi model Input Output (IO) memusatkan perhatian pada perekonomian dalam sebuah kondisi ekuilibirium dan model ini merupakan varian terb...