Senin, 07 November 2016

Mari Mewarnai Perekonomian

Bulan Sensus Ekonomi (Mei 2016) telah berlalu. Ribuan petugas telah dikerahkan oleh BPS untuk memotret wajah perekonomian negeri. Bukan berarti kita tidak punya potret tersebut, bukan pula karena potret yang kita punya sudah usang dan buram. Pemerintah berharap, dengan Sensus Ekonomi akan didapat potret yang lebih detail. Ibarat kamera yang canggih dengan resolusi dan kecepatan yang semakin baik menjepret dalam sekali “klik”. Lantas apa yang akan tersirat jika potret tersebut sudah tercetak dan bisa kita pandangi ? Setidaknya akan terlihat semburat warna yang muncul, mungkin mencerahkan atau justru menambah kusam. 17 (tujuh belas) kategori sektor ekonomi dalam System National Account (SNA) yang dapat dianalogikan sebagai pixel pada ketinggian resolusi kamera; akan mengilustrasikan warna-warni perekonomian. Ketujuhbelas kategori itupun sejatinya masih bisa di break-down menjadi lebih dari 50 (lima puluh) sub kategori sehingga warna-warninya akan semakin terlihat “meriah”.
BPS dengan sensus-nya; sama halnya dengan seorang photographer dengan kamera-nya; hanya berusaha “memotret” pada waktu tertentu sesuai amanat, dan Undang-undang lah yang mengamanatkan BPS. Potret pun akan menjepret apa adanya. Lalu siapakah yang telah meng-“create” perwajahan model dalam potret tersebut ? Pastilah sang kreator penciptanya.
Potret perekonomian dengan segala coraknya telah di create sedemikian rupa dalam kurun waktu periode sebelum “pemotretan”. Ekonomi tumbuh dan berkreasi dibingkai oleh aturan dan kebijakan pemerintah yang berkuasa. Sebagai pelaku ekonomi, berkreasi dalam pewarnaan corak perekonomian suatu daerah adalah sebuah upaya memperindah tampilan perwajahan potret ekonomi dimaksud. Kategori tertentu menuntut peran besar pemerintah untuk mengkondisikan situasi kondusif bagi para pelaku ekonomi. Sementara kategori yang lain mungkin justru kebalikannya, tidak menuntut peran pemerintah dan sangat mudah dimasuki pelaku ekonomi. Sebuah sistem perekonomian yang terbuka sebagaimana banyak ditemukan pada saat ini memang cenderung lebih banyak mengedepankan peran swasta. Namun sebagai penentu kebijakan, setidaknya pemerintah seharusnya mengambil peran untuk mengarahkan pasar pada persaingan sempurna dan memiliki visi mensejahterakan masyarakat luas.
Potret ekonomi Provinsi Jambi yang ter-update (BPS,feb-2016) tampil dengan perwajahan yang terlihat “kurang menarik”. Setidaknya hanya terdapat 4 (empat) warna yang mendominasi 70 persen pewarnaan corak ekonomi. Jika dimisalkan, ke-empat warna tersebut adalah hijau untuk kategori pertanian (±30%), biru untuk kategori pertambangan (±17%), kuning untuk kategori industri (±11%) dan orange untuk kategori perdagangan (±12%). Bisa dibayangkan bagaimana wajah Jambi dengan dominasi ke-empat warna tersebut, sementara sisanya (±30%) berbias gradasi 13 warna kategori lain-nya. Rupawan-kah ? Cantik-kah ? Para ahli ekonomi  yang mampu member penilaian, seperti ahli seni lukis menilai sebuah lukisan.
Wajah kabupaten/kota dalam potret perekonomian bahkan terlihat tidak lebih menarik dibanding wajah provinsi sebagai induknya. Sebuah kabupaten/kota terkadang hanya didominasi oleh satu atau dua warna saja. Potensi sumberdaya alam merupakan modal dasar pembangunan perekonomian suatu wilayah, dan menjadi faktor penentu pewarnaan corak perekonomian. Sumberdaya alam merupakan warna dasar perekonomian suatu wilayah yang dapat diolah menjadi aneka warna baru perekonomian. Kapabilitas sumberdaya manusia lah yang akan menjadi faktor penentu pemunculan warna baru perekonomian tersebut. Kombinasi antara pemanfaatan sumberdaya alam dan kemampuan sumberdaya manusia akan menghasilkan gradasi warna perekonomian suatu wilayah.
Pemerintahan sebelumnya telah membingkai perekonomian dalam kebijakan sesuai visi-misi yang dulu mereka janjikan dan hasilnya terlihat sebagaimana potret ekonomi yang terpajang dengan figura yang mereka pilih. Bagai sebuah lukisan menunggu penikmat seni menawarnya dengan harga tertinggi, maka siapa yang berminat dan ber-uang lah yang akan mengoleksinya. Tentu sebuah harga yang pantas akan diberikan sesuai nilai seni yang ditonjolkan. Jambi yang bernilai, akan mengundang investor untuk memberi warna dalam perekonomiannya. Warna yang diharapkan mampu lebih memperindah, mencerahkan dan menaikkan level ekonomi.
Pasca rilis data Sensus Ekonomi 2016 akan terlihat potret terbaru perekonomian Provinsi Jambi dengan segala warna-warni yang ada. Pemerintahan saat ini tentu akan membingkainya dalam regulasi dan kebijakan sesuai visi-misi yang kemarin mereka janjikan untuk dituntaskan. Kabinet kerja profesional tentu akan mendengarkan pandangan para ahli yang berkompeten menilai potret terbaru tersebut. Beberapa  “pengarah gaya” tentu akan memberi pandangan agar model dalam potret tersebut menjadi semakin terlihat anggun dan exclusive sehingga menaikkan nilai jual.
Perubahan corak perekonomian dalam ilmu ekonomi dikenal dengan transformasi struktural. Perubahan yang terjadi semestinya tidak hanya terjadi dalam struktur ekonomi tetapi juga dalam struktur ketenagakerjaan. Arah perubahan struktur ekonomi di Provinsi Jambi tidak terjadi sebagaimana yang diharapkan. Semestinya ekonomi bergeser dari dominasi sektor primer ke sektor sekunder dan berlanjut ke sektor tersier, namun yang terjadi adalah kembalinya dominasi primary sector kedalam struktur perekonomian setelah de-industrialisasi. Bagai lukisan abstrak-kah ekonomi Jambi ? Waktulah yang akan menunjukkan kemana aliran pelukis-pelukis ekonomi Jambi berkiblat; naturalis-kah, surealis-kah atau aliran yang lain.
Penulis mengajak kita semua, ikut berpartisipasi mewarnai perekonomian, sebagai pelaku ekonomi; konsumen, produsen dan tentu saja pemerintah. Untuk Jambi yang lebih berwarna, untuk Jambi yang lebih baik.

di posting dalam rubrik Ragam, mediajambi 3 september 2016 (mediajambi)

buku ketiga

Analisi model Input Output (IO) memusatkan perhatian pada perekonomian dalam sebuah kondisi ekuilibirium dan model ini merupakan varian terb...