Kamis, 08 Februari 2018

Bukan Sekedar Tumbuh

Tiga tahun terakhir, tercatat terus tumbuh, demikian kinerja perekonomian Provinsi Jambi (mengacu data BPS). Perekonomian Jambi perlahan melaju, tipis-tipis (untuk mengatakan tidak cukup signifikan) dikisaran 4 persen, yaitu 4,21 persen pada 2015 menjadi 4,37 persen di 2016 dan 4,64 persen tahun 2017 sebagaimana dirilis dalam Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jambi beberapa hari yang lalu. Dikatakan sebagai suatu indikator atas sebuah kinerja, tentulah mengindikasikan apa dan siapa yang bekerja. Tiga besar sektor ekonomi yang tumbuh signifikan jika dilihat dari sisi produksi adalah “Akomodasi & Penyediaan makan/minum; Konstruksi; serta Informasi & Komunikasi”. Meskipun tumbuh tinggi, dari ketiga kategori tersebut hanya sektor Konstruksi yang memiliki andil signifikan (0,5 persen) sebagai sumber pertumbuhan (source of growth), itu pun masih lebih rendah dibandingkan andil sektor Pertanian (1,45 persen) dan sektor Pertambangan (0,9 persen).
Kinerja sektor primer yang masih memiliki andil besar dalam perekonomian menjadikan struktur ekonomi Jambi cenderung lamban bertransformasi. Sektor Industri yang diharapkan menjadi mesin pertumbuhan (engine of growth) gagal mengambil peran dan terindikasi sebagai gejala de-industrialisasi negatif. Penyerapan tenaga kerja dari tiga sektor berandil besar diatas belum mampu memanfaatkan bonus demografi sebagai akibat tidak adanya link and match antara pangsa kerja dan keahlian yang terlahir dari pola pendidikan yang ada. Tidak terserapnya usia produktif dalam pasar kerja akan semakin membebani, baik secara sosial maupun ekonomi. Pertanian mungkin masih merupakan sektor yang sangat mudah untuk dimasuki oleh pekerja, namun keengganan atas dasar gengsi menjadikan sektor ini semakin tidak menarik bagi anak muda negeri ini. Sementara sektor Pertambangan lebih bersifat padat modal ketimbang padat karya. Dimana pemerintah ? Kenapa seolah perekonomian berjalan “autopilot” ?
Dianalogikan sebagai sebuah kepemilikan atas lahan produktif, dalam ekonomi yang bersifat subsisten; tumbuh yang diharapkan bukanlah sekedar tumbuh. Kalaulah hanya sekedar tumbuh, rumput dan semak akan segera tumbuh menjadi belukar dilahan tersebut. Bulir biji yang diterbangkan angin dan burung yang melayang lalu jatuh, pun bisa tumbuh menjadi perdu dan pepohonan. Sebagai pemilik lahan, sudah semestinya memanfaatkan dan memfungsikannya sesuai kebutuhan. Jika beras yang dibutuhkan sebagai bahan pangan tentu padi yang ditanam, jika pakaian masih diperlukan maka biji kapas yang ditabur, dan beberapa pokok pohon akan dibiarkan merindang untuk selanjutnya dijadikan papan, dan seterusnya, dan seterusnya. Tumbuh dan berguna, demikian seharusnya. Bukankah rumput juga berguna ? Mungkin berguna jika saja bisa dijadikan pakan ternak. Demikian halnya sektor tersier yang tumbuh dengan cepat, apakah berguna ? Tentu saja berguna untuk mengimbangi sektor sekunder. Tapi ketika ternyata sektor sekunder itu tidak tumbuh, apa yang sebenarnya terjadi ?
Perekonomian dari sisi pengeluaran pada periode yang sama masih memperlihatkan andil Konsumsi rumahtangga (1,96 persen) mendominasi sumber pertumbuhan, melampaui andil Pembentukan Modal Tetap Bruto (1,71 persen) maupun Ekspor Neto (1,09 persen). Produk sektor Pertanian dan sektor Pertambangan yang berperan besar dalam pertumbuhan, lebih banyak keluar sebagai komoditas ekspor dalam bentuk mentah karena tidak bisa diserap oleh sektor industri. Pengeluaran Konsumsi rumahtangga yang terus tumbuh menuntut penyediaan barang dan jasa, hal ini menciptakan tumbuhnya nilai Impor dan menggerus nilai ekspor neto. Rantai perdagangan dan persaingan pasar menyebabkan stabilitas harga barang dan jasa sulit dikendalikan. Nilai Tukar Petani ikut tergerus karena biaya yang harus dibayar untuk kebutuhan rumahtangga petani semakin tidak bisa diimbangi oleh penerimaan dari penjualan produk pertanian.
Provinsi Jambi bukanlah sebuah “lahan” yang sempit, masih luas dan cukup banyak cara untuk berinovasi. Bukan masanya untuk bertahan dalam ekonomi subsisten. Keterbukaan merupakan sebuah keniscayaan. Namun demikian, negeri ini ada yang punya. Berbagai elemen ada disana. Bersinergi merupakan solusi yang sepatutnya disikapi. Pemerintah maupun swasta, harus punya peran saling mengisi. Menjadikan kinerja perekonomian terus tumbuh positif, mampu menyediakan kebutuhan warganya, mempekerjakan tenaga produktif sesuai keahlian, serta perlahan meningkatkan daya saing, itu setidaknya menjadi misi bersama seluruh elemen. Jika sekarang, Provinsi Jambi hanya memberikan kontribusi 6,38 persen dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kawasan Sumatera dengan nominal sekitar 191 trilyun rupiah, bukan tidak mungkin kedepan akan mampu memainkan peranan lebih bagi kawasan. Hal ini mengingat posisi strategis secara geografis yang sangat menguntungkan, terletak ditengah-tengah kawasan dan lebih kearah sisi pantai timur.
Pertanian yang mengadopsi teknologi akan menarik minat generasi muda untuk terlibat didalamnya. Kesan kumuh dalam sektor tradisional ini perlu dikikis sehingga kekhawatiran akan hilangnya petani dari indikasi semakin menuanya rata-rata usia petani tidak lagi membayangi. Kedaulatan pangan menjadi alasan untuk tetap mempertahankan andil sektor Pertanian sebagai salah satu sumber pertumbuhan. Meskipun strategi merekayasa struktur perekonomian harus mengarah pada terjadinya transformasi kearah sektor sekunder dan berlanjut ke tersier namun mempertahankan sektor primer, terutama pertanian sampai level tertentu harus tetap menjadi perhatian.
Peran sektor Pertambangan dalam pembentukan nilai tambah (value added) perekonomian Provinsi Jambi memang tidak bisa diabaikan. Bahkan fakta sejarah membuktikan bahwa lebih dari satu setengah abad, isi perut bumi daerah ini telah lama dikeluarkan dalam bentuk minyak bumi dan mineral lainnya. Keberlanjutannya-lah yang patut diantisipasi mengingat potensi cadangannya akan terus mengalami deplisi. Tidak demi segelintir penikmat, jika sektor ini harus dipertahankan. Kemaslahatan umat patut dinomorsatukan, kerusakan lingkungan yang terjadi harus mampu ditutupi oleh nominal hasil yang didapat dan bernilai positif secara green economy. Penemuan energi terbarukan perlahan akan menjadikan sektor ini tidak perlu dipertahankan dalam struktur perekonomian.
Berbagai teori pertumbuhan ekonomi menyebutkan sektor Industri Pengolahan sebagai sektor sekunder yang bisa menjadi mesin pertumbuhan. Kemampuannya menggandakan nilai tambah berbagai sektor yang bersentuhan baik langsung maupun tidak langsung memberi dampak positif dalam perekonomian. Matriks pengganda dalam Tabel Input Output selalu bisa memperlihatkan bagaimana sektor Industri pengolahan menjadi sektor kunci perekonomian suatu wilayah. Sebagai contoh, industri pengolahan CPO yang banyak terdapat di Jambi menyerap produksi TBS kelapa sawit, sementara produk olahan lanjutannya dalam bentuk minyak goreng akan dikonsumsi oleh rumahtangga. Ilustrasi itu menggambarkan rantai dampak pengganda salah satu sektor industri pengolahan. Bahwa dibalik produksi TBS ada lebih banyak lagi sektor terdampak dibelakangnya (bibit, industri pupuk, transportasi, infrastruktur, dsb) dan minyak goreng ternyata bukan hanya dikonsumsi rumahtangga, bahkan industri lain juga tercipta, ini adalah sebuah contoh multiplier effect yang bisa dihasilkan oleh sebuah sektor industri pengolahan.
Industrialisasi menjadi bahasan penting kedepan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya sekedar tumbuh. Industri yang menyerap produk pertanian dan memanfaatkan hasil sektor pertambangan sebagai bahan baku dan penolong patut diprioritaskan untuk dikembangkan. Ketika industri menjadi pilihan strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka penyediaan tenaga kerja siap pakai menjadi suatu keharusan. Jasa pendidikan menjadi wajib diarahkan pada tuntutan pangsa kerja. Butuh waktu untuk melihat hasil kerja ini berbuah manis, bahkan mungkin ketika generasi telah berganti baru bisa dinikmati. Tapi jika tidak dimulai, tidak lah mungkin akan tercapai. Tidak cukup hanya dengan kerja keras, butuh kerja yang cerdas untuk tuntas.
publish @jambi_independet 8 feb 2018


buku ketiga

Analisi model Input Output (IO) memusatkan perhatian pada perekonomian dalam sebuah kondisi ekuilibirium dan model ini merupakan varian terb...