Perang dalam arti sebenarnya memang tidak sedang terjadi di negeri
ini. Tetapi dalam beberapa hari belakangan kita mendengar bahwa presiden
sebagai kepala negara telah menugaskan kekuatan militer negeri ini
untuk menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat, bagaikan menyiapkan
logistik untuk berperang. Pada masa perang dunia, bahan pangan merupakan
bagian terpenting dari pemenuhan logistik militer. Ketahanan pangan
pada masa itu (dan harusnya sepanjang masa) sangat erat kaitannya dengan
ketahanan negara. Sebegitu menghawatirkankah kondisi pangan kita saat
ini sehingga prajurit pun harus menjadi garda terdepan dalam menggapai
swasembada pangan (baca: “beras”) ?
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan
pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia. Ketahanan pangan
adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi Negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
dalam jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan
terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya
masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan. Ketahanan pangan terkait dengan ketersediaan pangan dan
kemampuan seseorang untuk mengaksesnya. Sebuah rumah tangga dikatakan
memiliki ketahanan pangan jika penghuninya tidak berada dalam kondisi
kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan. Ketahanan pangan merupakan
ukuran kelentingan terhadap gangguan di masa depan atau ketiadaan suplai
pangan penting akibat berbagai faktor seperti kekeringan, gangguan
distribusi, kelangkaan bahan bakar, ketidakstabilan ekonomi, peperangan,
dan sebagainya.
Keadaan iklim yang terus berubah dan pemanasan global sangat
memengaruhi produksi pangan dalam negeri. Sementara persaingan di bidang
pangan untuk konsumsi merupakan faktor yang menjadi ancaman terhadap
ketahanan pangan. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian
produksi, seperti adanya gagal panen. Selain itu, kerawanan pangan
transien pun semakin besar. Kelangkaan dan kompetisi pemanfaatan sumber
daya (lahan dan air) pun terus berlanjut, mengakibatkan produksi pangan
semakin sulit. Meskipun urbanisasi berlangsung cepat, lebih dari dua
pertiga penduduk tinggal di pedesaan, setengahnya terdiri dari petani
skala kecil yang bekerja sebagai buruh pertanian. Para petani sangat
dipengaruhi kerawanan pangan karena sebagian besar petani ini juga
pembeli pangan. Dengan demikian, kenaikan harga pangan secara langsung
memperburuk ketahanan pangan mereka.
Fenomena tersebut terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia
termasuk Jambi dan hal tersebut menyebabkan munculnya kekhawatiran akan
kekurangan pangan. Ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan
dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta
impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Jambi
dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,1% menjadi salah satu
tantangan utama dalam permasalahan pangan. Pertumbuhan penduduk yang
cukup tinggi tidak diikuti dengan pertumbuhan pangan yang mencukupi akan
menyebabkan kekhawatiran tersendiri mengenai ketersediaan pangan.
Ketahanan pangan sangat tergantung pada beberapa hal yaitu
ketersediaan, distribusi, akses, pemanfaatan dan stabilitas. World
Health Organization mendefinisikan tiga komponen utama ketahanan pangan,
yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan.
Ketersediaan pangan adalah kemampuan memiliki sejumlah pangan yang cukup
untuk kebutuhan dasar. Akses pangan adalah kemampuan memiliki sumber
daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk mendapatkan bahan pangan
bernutrisi. Pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan
pangan dengan benar dan tepat secara proporsional. FAO menambahkan
komponen keempat, yaitu kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam
kurun waktu yang panjang.
Jika menilik hasil Survey Pendapatan Petani untuk dimensi
ketersediaan pangan, terlihat bahwa 10,58 persen rumah tangga di
Provinsi Jambi yang mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber
pendapatan utama tidak mempunyai cukup persediaan pangan. Rumah tangga
tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan selama setahun yang lalu
Bahkan 3,81 persen rumah tangga mengalami kekurangan pangan, dimana
kondisi rumah tangga tidak mampu mengkonsumsi makanan sesuai
kebiasaannya atau tidak mampu mempertahankan pola makan normal setiap
saat selama periode setahun yang lalu dan merubah pola makan secara
terpaksa. Sebanyak 24,11 persen rumah tangga merasa takut kekurangan
pangan yang menunjukkan adanya rasa ketakutan akan kekurangan pangan
untuk satu tahun ke depan. Proposi rumah tangga yang merasa takut akan
kekurangan pangan dikalangan petani yang menjadikan subsektor tanaman
pangan sebagai sumber pendapatan utama bahkan jauh lebih tinggi,
mencapai 51,66 persen. Berbeda dengan petani di subsektor perkebunan
(kontributor utama pertanian Jambi), rasa takut kekurangan pangan hanya
melanda sekitar 18,86 persen rumah tangga.
Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin saja mencukupi, tetapi
tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara
kuantitas maupun keberagaman pangan. Meskipun 53,22 persen rumah tangga
pertanian mendiami daerah (kecamatan) yang tidak memproduksi pangan
namun hanya 3,22 persen saja yang merasa kesulitan menjangkau lokasi
pembelian dan hanya 19,24 persen yang menyatakan harga pembelian lebih
tinggi. Di subsektor perkebunan sebagian besar rumah tangga harus
mengakses pangan dari luar daerah karena bahan pangan tidak diproduksi
di kecamatan tersebut. Ketersediaan yang cukup di suatu wilayah belum
tentu menggambarkan wilayah tersebut bebas kerawanan pangan. Sebagian
besar rumah tangga pertanian tidak mengalami kesulitan menjangkau lokasi
pembelian pangan. Ketersediaan pangan yang cukup, lokasi pembelian yang
mudah dijangkau tetapi harga pembelian pangan tinggi akan dapat
menyebabkan kerawanan pangan. Indikator ini menunjukkan keterjangkauan
terhadap kondisi ekonomi rumah tangga. Rumah tangga dengan kondisi
ekonomi yang baik akan memudahkan mendapatkan pangan walaupun dengan
harga yang tinggi. Kelompok rumah tangga terbesar yang menyatakan harga
pembelian tinggi adalah kelompok rumah tangga subsektor jasa pertanian.
Bagi rumah tangga yang kondisi ekonominya rendah, harga yang cukup
tinggi akan menyulitkan rumah tangga untuk membeli kebutuhan hidupnya.
Dimensi pemanfaatan pangan yang dinilai oleh kecukupan asupan untuk
melihat status kesehatan dan kualitas air menunjukkan keadaan yang cukup
baik. Dari aspek kesehatan terlihat tidak ada balita yang kurang gizi
pada rumah tangga subsektor peternakan, subsektor perikanan dan
subsektor jasa pertanian. De mikian pula tidak ada balita yang meninggal
karena sakit pada rumah tangga subsektor peternakan, subsektor
kehutanan dan subsektor jasa pertanian.
Hasil penghitungan Indeks Ketahanan Pangan (IKP) yang didekati dengan
melakukan scoring pada indikator-indikator penyusunnya, yang termasuk
dalam dimensi ketersediaan pangan, dimensi keterjangkauan pangan dan
dimensi pemanfaatan pangan menghasilkan nilai indeks untuk Provinsi
Jambi sebesar 78,21 dan berada pada peringkat 18 dari seluruh provinsi
di Indonesia. Indeks tersebut masuk dalam kriteria cukup, berarti bahwa
ketahanan pangan rata-rata rumah tangga di Provinsi Jambi adalah cukup
baik.
Ketahanan pangan di masing-masing kabupaten/kota juga cukup baik,
bahkan dua kab/kota mendapat kriteria tinggi yang berarti ketahanan
pangan di dua kabupaten/kota ini sangat baik. Dua kabupaten/kota dengan
kriteria tinggi di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Kerinci dengan IKP
sebesar 84,12 dan Kota Sungai Penuh dengan IKP sebesar 83,46. Sedangkan
sembilan kabupaten/kota yang lain mendapat kriteria cukup, dengan
kisaran IKP antara 75,40 sampai dengan 80,79 dengan IKP terendah di
Kabupaten Tebo namun masih terkategori cukup baik.
Lantas mengapa petani pun masih merasa takut ? Jika petani saja
takut, apatah kita yang bukan petani tidak merasa jauh lebih takut ?
Terkadang kita lupa bahwa uang bukanlah segalanya ketika sesuatu yang
mau kita beli tidak tersedia dipasar. Petani ataupun bukan petani, kita
masih tetap butuh pangan. Mari kita nantikan hasil perjuangan para
prajurit yang mengemban misi mempertahankan kedaulatan pangan. Kalo misi
telah diemban pantang surut kebelakang. Lebih baik pulang nama daripada
gagal dalam tugas, demikian semboyan mereka, yang sangat membanggakan
kita.
publish@jambiupdate.com
dimuat dalam OPINI harian Jambi Ekspres, Sabtu 31 Januari 2015