Jumat, 24 Maret 2017

recovery Optimisme Konsumen



Kelesuan ekonomi global yang diikuti oleh perlambatan ekonomi nasional memberi pegaruh nyata pada perekonomian regional. BPS mencatat perumbuhan ekonomi nasional  pada 2016 hanya sebesar 4,88 persen. Meskipun tumbuh cukup tinggi, perekonomian Provinsi Jambi cenderung stagnan (untuk tidak mengatakan mengalami perlambatan). Atas dasar harga konstan tahun 2010, kinerja perekonomian 2016 tumbuh 4,37 persen. “Pertanian” secara umum masih menjadi mesin pertumbuhan (engine of growth) pada periode ini dengan kontribusi sebesar 1,73 persen sumber pertumbuhan (source of growth). Hal ini ditengarai terkait dengan kebijakan UPSUS PAJALE yang dikawal Mabes TNI-AD atas instruksi presiden. Laju pertumbuhan pada tahun sebelumnya mencapai 4,20 persen, sedikit lebih lambat daripada tahun ini.
Data ketenagakerjaan yang dirilis BPS untuk periode agustus 2016 memperlihatkan adanya peningkatan lebih dari 72 ribu orang angkatan kerja dibanding periode yang sama tahun 2015. Peningkatan jumlah angkatan kerja ini belum sepenuhnya mampu diserap oleh lapangan kerja yang tersedia sehingga masih menyisakan sejumlah penggangguran di Provinsi Jambi. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 4 persen, relatif menurun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (4,34 persen).
Mengiringi rilis data pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan, turut pula dirilis hasil Survey Tendensi Konsumen (STK) yang dilakukan terhadap sekitar 14 ribu rumah tangga diseluruh Indonesia. Survey dimaksud antara lain menghasilkan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menggambarkan kondisi ekonomi konsumen pada triwulan berjalan dan perkiraan untuk triwulan mendatang. Indeks mencerminkan optimisme konsumen ketika nilainya berada diatas angka 100, sebaliknya dikatakan pesimis jika dibawah angka 100. Variabel pembentuk ITK terdiri atas; pendapatan rumah tangga, kaitan inflasi terhadap konsumsi, serta tingkat konsumsi beberapa komoditi.
Sejak pertama kali diluncurkan (triwulan I tahun 2011) sampai triwulan IV tahun 2014, ITK provinsi Jambi selalu berada di level optimis (diatas angka 100). Hal ini menunjukkan bahwa konsumen di Jambi cenderung untuk selalu optimis melihat perekonomian. Pendapatan bukanlah hal yang membayangi optimisme konsumen, naik turunnya harga juga tidak menjadi persoalan serius yang mempengaruhi konsumsi. Pola konsumsi konsumen di Jambi pun ternyata cukup fleksibel untuk menyesuaikan. Tendensi konsumen di Jambi memperlihatkan pola seasonal, perlahan meningkat dari triwulan pertama ke triwulan kedua dan mencapai puncak pada triwulan ketiga, selanjutnya sedikit menurun di triwulan keempat, namun kesemuanya masih di level optimis.
 
Pada triwulan I dan II tahun 2015 ITK provinsi Jambi berada dilevel pesimis dengan besaran angka masing-masing hanya sebesar 91,66 dan 99,57 artinya persepsi konsumen terhadap perekonomian triwulan berjalan relatif pesimis dibandingkan triwulan sebelumnya. Pesimisme konsumen terutama disebabkan oleh rendahnya persepsi konsumen terhadap peningkatan pendapatan serta menurunnya tingkat konsumsi terhadap beberapa komoditi baik makanan maupun non makanan. Selanjutnya indeks merambat naik dan kembali optimis sepanjang kuartal ketiga 2015 sampai dengan kuartal ketiga 2016. Indeks kembali terkoreksi dipenghujung tahun 2016 walaupun masih terkategori optimis di angka 100,83
Tidak meningkatnya pendapatan setidaknya merubah pola konsumsi masyarakat. Inflasi yang terjadi di penghujung triwulan berjalan (awalnya terjadi deflasi) sedikit menggerus optimisme konsumen pada variabel “pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi”. Pola konsumsi masyarakat bergeser dengan mengurangi porsi konsumsi non makanan. Pola konsumsi semestinya tidak akan banyak berubah seandainya masyarakat memiliki tabungan yang bisa digunakan sebagai sumber dana ketika pendapatan tidak meningkat ataupun ketika harga merangkak naik.
Nilai Tukar Petani (rasio indeks yang diterima dengan indeks yang harus dibayar) yang ditengarai mengindikasikan semakin mengkhawatirkannya kesejahteraan petani menjadi patut diperhatikan dengan seksama, walaupun untuk petani dalam konteks pertanian di Jambi tidaklah bisa disamakan dengan daerah lain. Petani yang tidak hanya menggantungkan sumber pendapatanya hanya pada sektor pertanian, melainkan juga bergantung kepada sektor lain diluar pertanian. Sehingga sesungguhnya yang diterima rumah tangga “si petani” masih sama atau bahkan lebih besar dibanding yang harus dikeluarkan.
Pada tahun ini survei Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT) akan kembali dilakukan oleh pemerintah untuk melihat bagaimana perubahan pola usaha tani untuk menghasilkan komoditas pertanian. Setidaknya ini akan memberi gambaran apakah pertanian masih merupakan lapangan usaha yang menjanjikan untuk digeluti. Sekaligus juga memetakan ketahanan pangan nasional untuk menuju kedaulatan pangan.

Menjadi catatan kita bersama bahwa tahun ini; recovery perekonomian sedikit mengurangi pengangguran, dan opitimisme pun mulai menyelimuti masyarakat. Bagaimana dengan kondisi mendatang ? Hasil survey yg sama menunjukkan persepsi konsumen yang lebih optimis untuk triwulan mendatang. ITK triwulan I tahun 2017 diperkirakan sebesar 98,78 atau relatif lebih rendah dibanding triwulan ini. Persepsi ini dibentuk oleh komponen rencana investasi konsumen meskipun belum didukung ekpektasi peningkatan pendapatan. Optimisme konsumen yang sedemikian menjanjikan, ditengah kinerja perekonomian yang sedemikian rupa menantikan kepemimpinan cerdas dengan ide-ide bernas untuk Jambi yang lebih baik (lagi). Sekali lagi kita kembali bertanya, bisakah ?! Silahkan, anda pasti tahu jawabannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

buku ketiga

Analisi model Input Output (IO) memusatkan perhatian pada perekonomian dalam sebuah kondisi ekuilibirium dan model ini merupakan varian terb...