Senin, 22 Maret 2021

Pertanian, Sekedar Pelarian

Kinerja perekonomian dalam jangka panjang akan merubah corak perekonomian sebuah wilayah. Perubahan corak perekonomian suatu wilayah secara teoritis akan bergerak dari apa yg biasa disebut sebagai perekonomian tradisional ke modern, dari agraris ke non agraris, dari primer ke skunder, atau berbagai istilah lain yang senada. Suatu wilayah/region akan mengalami transformasi struktural baik secara alamiah ataupun atas adanya suatu rekayasa kebijakan yang mengarah pada capaian tertentu.

Proses transformai struktural setidaknya ditandai oleh perubahan struktur ekonomi dan struktur tenaga kerja. Sistem neraca nasional (system national account) yang kini dipakai, membagi klasifikasi lapangan usaha pada nilai produk domestik bruto (PDB) kedalam beberapa kategori, dalam rilis berita resmi statistik (BPS) setidaknya ditampilkan 17 kategori, sebelumnya biasa dikemas dalam 9 sektor lapangan usaha. Walaupun berbeda jumlah klasifikasi kategori lapangan usaha, namun tata urutan penyajiannya tetaplah bermula dari kelompok sektor primer (agriculture) kemudian kelompok sektor skunder (manufacture) dan ditutup oleh sektor tersier (service). Tata urutan inilah yang menjadi titik awal sebuah perekonomian mulai bertransformasi dalam jangka panjang.

Pada awalnya pangsa sektor primer selalu lebih besar dari sektor sekunder dan seterusnya tersier, ketika sebuah perekonomian dikatakan masih tradisional. Besaran pangsa masing-masing kategori lapangan usaha dalam jangka pendek mungkin cenderung bersifat konstan, tapi perlahan berubah mengikuti arah transformasi.Transformasi struktural juga ditandai oleh perubahan struktur penggunaan tenaga kerja dalam perekonomian. Hal ini terkait dengan daya serap masing-masing sektor  ekonomi yang idealnya sejalan dengan perubahan struktur ekonomi.

Menelisik data terakhir (2020), sektor pertanian masih menunjukkan kinerja yang lebih baik dibanding sektor lain disaat pandemi membayang-bayangi. Pada skala nasional, pangsa sektor ini bahkan meningkat sekitar 1 persen dari tahun -tahun sebelumnya dari kisaran 13 persen menjadi 14 persen dalam pembentukan PDB. Peningkatan pangsa sektor pertanian merambat lurus pada hampir semua pergeseran pangsa sektor lain yang menyebabkan penurunan pangsa sektor lain secara merata. Sementara itu, pangsa tenaga kerja sektor pertanian di level nasional meningkat 2 persen dari tahun-tahun sebelumnya dari kisaran 28 persen menjadi 30 persen. Sektor ini terpaksa menyerap tenaga kerja lebih dari 2 kali lipat kontribusi nilai tambahnya dalam pembentukan PDB. Pola pergeseran pangsa tenaga kerja tidak sama halnya dengan pergeseran pangsa nilai tambah bruto. Penurunan pangsa tenaga kerja terjadi pada sektor-sektor sekunder/manufaktur, sedangankan pada sektor-sektor tersier/jasa sedikit mengalami kenaikan.

Potret data yang sama untuk Bengkulu, menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 28,36 persen pada pembentukan PDRB tahun 2020, sedikit lebih tinggi dibanding tahun 2019 (28,17 persen) namun lebih rendah dari tahun 2018 (28,66 persen). Dengan kata lain sebenarnya bisa dikatakan kontribusi sektor ini relatif konstan. Hal senada juga terjadi pada sektor-sektor yang lain, atau secara umum dapat juga dikatakan bahwa tidak/belum terjadi transformasi struktur ekonomi dalam kurun waktu tiga tahun tersebut.

Bagaimana dengan tenaga kerja ? Pangsa tenaga kerja sektor pertanian tercatat sebesar 46,88 persen di tahun 2020, sebuah angka yang menggambarkan dominasi penggunaan tenaga kerja. Angka ini meningkat lebih dari 2 persen dibanding kondisi 2019 (44,65 persen), namun turun lebih dari 3 persen dibanding tahun 2018 (49,98 persen). Jika pada 2019 (sebelum pandemi) sektor pertanian terpaksa menyerap tenaga kerja 1,58 kali kontribusi nilai tambah nya dan ini lebih kecil dari tahun sebelumnya (1,74 kali), pandemi mengakibatkan sektor pertanian dipaksa kembali meningkatkan penyerapan tenaga kerja menjadi 1,65 kali dari pangsa PDRB nya.

Sektor perdagangan merupakan sektor dengan kontribusi PDRB terbesar berikutnya yang juga terpaksa menyerap tenaga kerja lebih besar dari kemampuannya menyumbangkan nilai tambah. Dengan kontribusi PDRB sekitar 14 persen, sektor ini memiliki pangsa tenaga kerja sekitar 16 persen. Kontribusi kedua sektor ini (pertanian & perdagangan) dalam penyerapan tenaga kerja mencapai lebih dari 63 persen namun hanya membentuk nilai tambah sekitar 43 persen. Catatan khusus untuk sektor pertanian pada masa pandemi adalah bahwa terjadinya peningkatan pangsa tenaga kerja tidak menyebabkan peningkatan pada pangsa PDRB walaupun laju pertumbuhannya menunjukkan tren positif (0,38 persen).

Beberapa pemerhati mengatakan bahwa pandemi memperlihatkan betapa tangguhnya sektor pertanian. Tetap tumbuh positif ketika yang lain mengalami kontraksi. Pandemi membuat proses transformasi struktural menjadi terhambat bahkan mungkin membuatnya berbalik arah. Jika demikian halnya, yang patut menjadi pertanyaan adalah apakah benar sektor pertanian telah teruji ketangguhannya oleh pandemi ? Atau sebenarnya semata hanya tempat pelarian ?

Pasat jalan karena ditempuh. Jikalau tersesat kembalilah ke pangkal. Setinggi apapun bangau terbang, pastikan kembali. Dari pertanian “proses transformasi” bermula, jadikan sebagai pijakan dan jangan sekedar pelarian.

https://www.garudadaily.com/pertanian-sekedar-pelarian 

Konversi dalam Kalkulasi Produksi

Wacana impor beras yang belakangan digagas pemerintah menuai kontroversi para pemerhati, baik dari kalangan akademisi maupun praktisi pertanian. Tanda tanya muncul ketika BPS memperkirakan bahwa produksi padi justru akan mencapai puncak pada periode sub round pertama tahun ini. Perkiraan masa puncak panen raya padi memang relatif hampir bersamaan di sebagian besar sentra produksi padi, tentu dengan catatan jika tidak ada serangan hama atau bencana alam yg melanda. Sehingga secara nasional produksi beras diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan pangan. Namun demikian spasial data dalam rilis berita resmi statistik memberikan gambaran bahwa tingkat kecukupan penyediaan beras untuk konsumsi yang bersumber dari produksi lokal, berbeda-beda antar wilayah. Sepanjang tahun 2020 beberapa wilayah bisa dikatakan surplus, sementara beberapa wilayah lain mengalami defisit. Suatu wilayah dikatakan surplus jika produksi nya lebih besar dibanding kebutuhan untuk konsumsi, sebaliknya dikatakan defisit ketika kebutuhan konsumsi lebih tinggi daripada produksi. Kalkulasi nasional yang masih surplus sebenarnya masih bisa menjamin ketercukupan kebutuhan beberapa wilayah yang defisit, dengan pendistribusian antar wilayah secara proporsional.

Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang termasuk sebagai wilayah terkategori defisit dalam hal ini. Dengan luasan panen sebesar 64.137 hektar pada 2020, Bengkulu mampu menghasilkan 292.834 ton gabah kering giling (GKG). Jika dikonversikan ke beras, akan setara dengan 167.793 ton beras. Sementara konsumsi perkapita penduduk yang berkisar 78,27 kg per tahun mengkalkulasi perkiraan kebutuhan beras tahun 2020 sebesar 196.944 ton. Terdapat selisih sebesar 29.150 ton yang mengindikasikan adanya defisit penyediaan beras dari produksi lokal. Hal ini yang bisa menimbulkan terjadinya proses impor ke wilayah Bengkulu, tentu masih dalam konteks perdagangan antar wilayah. Defisit beras bukanlah kali pertama terjadi untuk wilayah Bengkulu, tahun sebelumnya (2019) nilai defisit mencapai angka 25.981 ton, lebih rendah dibanding tahun 2020. Jangan pula serta merta mengatakan pandemi sebagai penyebab meningkatnya defisit.

Beras hanyalah salah satu komoditi dari sejumlah komoditas pangan yang diwacanakan akan diimpor untuk memenuhi kebutuhan nasional. Istilah “konversi” yang disebutkan dalam memperkirakan ketersediaan beras lokal merupakan sejurus pemaksaan matematis dalam kalkulasi. GKG seolah dipaksa digiling dan disosoh menjadi beras dalam perhitungan dengan sebuah konstanta konversi, walaupun pada kenyataannya belum tentu terjadi proses penggilingan dan penyosohan terhadap seluruh padi dalam periode tersebut. Satu hal lagi yang perlu diingat adalah jika pun seluruh GKG memang telah menjadi beras, belumlah tentu konsumen akan serta merta bisa menemukannya di pasar dan segera menanaknya menjadi nasi. Maka konsepsi surplus pun menjadi suatu hal yang masih perlu diperdebatkan jika akan dihubungkan dengan stabilitas harga. Sekali lagi tidak hanya beras, komoditas pangan apapun akan sama halnya. Satu contoh lagi ketika dikatakan bahwa dari data jumlah ternak sapi dikalkulasi per ekor nya akan menghasilkan rata-rata sekian kilogram daging, lantas dikatakan produksi daging sapi akan bisa mencukupi kebutuhan daging. Hanya harimau dan sejenisnya yang bisa melihat sapi sebagai santapan siap saji, itu pun jika terletak dalam jangkauan penerkaman.

Betapa pentingnya sektor pertanian dalam konteks ketahanan pangan menjadikannya wajib mewarnai corak perekonomian suatu negara. Kegagalan perang yang dialami beberapa negara antara lain tercatat dalam sejarah karena logistik pangan yang tidak mencukupi. Kinerja perekonomian dalam jangka panjang akan merubah corak perekonomian sebuah wilayah. Perubahan corak perekonomian suatu wilayah secara teoritis akan bergerak dari apa yg biasa disebut sebagai perekonomian tradisional ke modern, dari agraris ke non agraris, dari primer ke skunder, atau berbagai istilah lain yang senada. Suatu wilayah/region akan mengalami transformasi struktural baik secara alamiah ataupun atas adanya suatu rekayasa kebijakan yang mengarah pada capaian tertentu.

Proses transformai struktural setidaknya ditandai oleh perubahan struktur ekonomi dan struktur tenaga kerja. Sistem neraca nasional (system national account) yang kini dipakai, membagi klasifikasi lapangan usaha pada nilai produk domestik bruto (PDB) kedalam beberapa kategori, dalam rilis berita resmi statistik (BPS) setidaknya ditampilkan 17 kategori, sebelumnya biasa dikemas dalam 9 sektor lapangan usaha. Walaupun berbeda jumlah klasifikasi kategori lapangan usaha, namun tata urutan penyajiannya tetaplah bermula dari kelompok sektor primer (agriculture) kemudian kelompok sektor skunder (manufacture) dan ditutup oleh sektor tersier (service). Tata urutan inilah yang menjadi titik awal sebuah perekonomian mulai bertransformasi dalam jangka panjang.

Pada awalnya pangsa sektor primer selalu lebih besar dari sektor sekunder dan seterusnya tersier, ketika sebuah perekonomian dikatakan masih tradisional. Besaran pangsa masing-masing kategori lapangan usaha dalam jangka pendek mungkin cenderung bersifat konstan, tapi perlahan berubah mengikuti arah transformasi.Transformasi struktural juga ditandai oleh perubahan struktur penggunaan tenaga kerja dalam perekonomian. Hal ini terkait dengan daya serap masing-masing sektor  ekonomi yang idealnya sejalan dengan perubahan struktur ekonomi.

Menelisik data terakhir (2020), sektor pertanian masih menunjukkan kinerja yang lebih baik dibanding sektor lain disaat pandemi membayang-bayangi. Pada skala nasional, pangsa sektor ini bahkan meningkat sekitar 1 persen dari tahun -tahun sebelumnya dari kisaran 13 persen menjadi 14 persen dalam pembentukan PDB. Peningkatan pangsa sektor pertanian merambat lurus pada hampir semua pergeseran pangsa sektor lain yang menyebabkan penurunan pangsa sektor lain secara merata. Sementara itu, pangsa tenaga kerja sektor pertanian di level nasional meningkat 2 persen dari tahun-tahun sebelumnya dari kisaran 28 persen menjadi 30 persen. Sektor ini terpaksa menyerap tenaga kerja lebih dari 2 kali lipat kontribusi nilai tambahnya dalam pembentukan PDB. Pola pergeseran pangsa tenaga kerja tidak sama halnya dengan pergeseran pangsa nilai tambah bruto. Penurunan pangsa tenaga kerja terjadi pada sektor-sektor sekunder/manufaktur, sedangankan pada sektor-sektor tersier/jasa sedikit mengalami kenaikan.

Potret data yang sama untuk Bengkulu, menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 28,36 persen pada pembentukan PDRB tahun 2020, sedikit lebih tinggi dibanding tahun 2019 (28,17 persen) namun lebih rendah dari tahun 2018 (28,66 persen). Dengan kata lain sebenarnya bisa dikatakan kontribusi sektor ini relatif konstan. Hal senada juga terjadi pada sektor-sektor yang lain, atau secara umum dapat juga dikatakan bahwa tidak/belum terjadi transformasi struktur ekonomi dalam kurun waktu tiga tahun tersebut.

Bagaimana dengan tenaga kerja ? Pangsa tenaga kerja sektor pertanian tercatat sebesar 46,88 persen di tahun 2020, sebuah angka yang menggambarkan dominasi penggunaan tenaga kerja. Angka ini meningkat lebih dari 2 persen dibanding kondisi 2019 (44,65 persen), namun turun lebih dari 3 persen dibanding tahun 2018 (49,98 persen). Jika pada 2019 (sebelum pandemi) sektor pertanian terpaksa menyerap tenaga kerja 1,58 kali kontribusi nilai tambah nya dan ini lebih kecil dari tahun sebelumnya (1,74 kali), pandemi mengakibatkan sektor pertanian dipaksa kembali meningkatkan penyerapan tenaga kerja menjadi 1,65 kali dari pangsa PDRB nya.

Sektor perdagangan merupakan sektor dengan kontribusi PDRB terbesar berikutnya yang juga terpaksa menyerap tenaga kerja lebih besar dari kemampuannya menyumbangkan nilai tambah. Dengan kontribusi PDRB sekitar 14 persen, sektor ini memiliki pangsa tenaga kerja sekitar 16 persen. Kontribusi kedua sektor ini (pertanian & perdagangan) dalam penyerapan tenaga kerja mencapai lebih dari 63 persen namun hanya membentuk nilai tambah sekitar 43 persen. Catatan khusus untuk sektor pertanian pada masa pandemi adalah bahwa terjadinya peningkatan pangsa tenaga kerja tidak menyebabkan peningkatan pada pangsa PDRB walaupun laju pertumbuhannya menunjukkan tren positif (0,38 persen).

Beberapa pemerhati mengatakan bahwa pandemi memperlihatkan betapa tangguhnya sektor pertanian. Tetap tumbuh positif ketika yang lain mengalami kontraksi. Pandemi membuat proses transformasi struktural menjadi terhambat bahkan mungkin membuatnya berbalik arah. Jika demikian halnya, yang patut menjadi pertanyaan adalah apakah benar sektor pertanian telah teruji ketangguhannya oleh pandemi ? Atau sebenarnya semata hanya tempat pelarian ? Bukan makan namanya kalo belum ketemu nasi, catatan ini hanyalah sebuah kalkulasi.

https://www.bengkulutoday.com/konversi-dalam-kalkulasi-produksi-catatan-bengkulu-defisit-beras

https://www.wartaprima.com/konversi-dalam-kalkulasi-produksi-catatan-bengkulu-defisit-beras

https://bengkulu.siberindo.co/20/03/2021/konversi-dalam-kalkulasi-produksi-catatan-bengkulu-defisit-beras/

https://hwnews.id/konversi-dalam-kalkulasi-produksi-catatan-bengkulu-defisit-beras/ 

buku ketiga

Analisi model Input Output (IO) memusatkan perhatian pada perekonomian dalam sebuah kondisi ekuilibirium dan model ini merupakan varian terb...