Berbagai
strategi pembangunan yang dilakukan membutuhkan faktor kepercayaan dan
nilai-nilai yang menjadi dasar dalam menentukan perkembangan dan keberlanjutan
pembangunan.
Modul sosial budaya dalam cakupan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
mencoba mengukur besaran indeks modal sosial. Nilai indeks modal sosial
Indonesia hanya sebesar 59,34; sebuah nilai yang belum bisa dikategorikan baik
(skala indeks 0-100). Nilai indeks tertinggi dimiliki oleh Jawa Timur (63,16)
sementara yang terendah adalah Kepulauan Riau (46,57). Dimana posisi Jambi ?
Dengan nilai indeks sebesar 55,79 posisi Jambi berada dibawah rata-rata
nasional bahkan hanya menempati peringkat ke-27 dari 33 provinsi. Sikap percaya
terhadap tokoh merupakan variabel utama yang mampu menjelaskan variabilitas
indeks sebagaimana dimaksud. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah variabel
aksi bersama, toleransi dan sikap percaya kepada tetangga.
Kepercayaan (trust), timbal balik (reciprocal)
dan interaksi sosial merupakan tiga unsur utama dalam modal sosial. Modal
sosial dapat didefinisikan sebagai serangkaian nilai dan norma informal yang
dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang
memungkinkan terjadinya kerjasama diantara mereka (Francis Fukuyama, 2002). Trust
sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, perilaku
kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas didasarkan pada norma-norma
yang dianut bersama anggota komunitas. Adanya high-trust akan melahirkan
solidaritas kuat yang mampu membuat masing-masing individu bersedia mengikuti
aturan, sehingga ikut memperkuat rasa kebersamaan. Bagi masyarakat low-trust
dianggap lebih inferior dalam perilaku ekonomi kolektifnya. Jika low-trust
terjadi dalam suatu masyarakat, maka campur tangan negara perlu dilakukan
guna memberikan bimbingan.
Unsur penting kedua dari modal sosial adalah timbal balik (reciprocal),
dapat dijumpai dalam bentuk memberi, saling menerima dan saling membantu yang
dapat muncul dari interaksi sosial. Unsur yang selanjutnya yakni interaksi
sosial. Interaksi yang semakin meluas akan menjadi semacam jaringan sosial yang
lebih memungkinkan semakin meluasnya lingkup kepercayaan dan lingkup hubungan
timbal balik. Jaringan sosial merupakan bentuk dari modal sosial. Modal sosial
dapat bermanfaat bukan hanya dalam aspek sosial melainkan juga ekonomi.
Modal sosial dapat dilihat dalam dua kategori, fenomena struktural
dan kognitif. Kategori struktural merupakan modal sosial yang terkait dengan
beberapa bentuk organisasi sosial khususnya peranan, aturan, precedent dan
prosedur yang dapat membentuk jaringan yang luas bagi kerjasama dalam bentuk
tindakan bersama yang saling menguntungkan. Modal sosial dalam kategori
kognitif diderivasi dari proses mental dan hasil pemikiran yang diperkuat oleh
budaya dan ideologi khususnya norma, nilai, sikap, kepercayaan yang memberikan
kontribusi bagi tumbuhnya kerjasama khususnya dalam bentuk tindakan bersama
yang saling menguntungkan. Bentuk-bentuk aktualisasi modal sosial dalam
fenomena struktural maupun kognitif itulah yang perlu digali dari dalam
kehidupan masyarakat selanjutnya dikembangkan dalam usaha penigkatan taraf
hidup dan kesejahteraan.
Level mekanisme
modal sosial dapat mengambil bentuk kerjasama. Kerjasama sendiri merupakan
upaya penyesuaian dan koordinasi tingkah laku yang diperlukan untuk mengatasi
konflik ketika tingkah laku seseorang atau kelompok dianggap menjadi hambatan
oleh seseorang atau kelompok lain. Ciri penting modal sosial sebagai sebuah capital
dibandingkan dengan bentuk capital lainnya adalah asal-usulnya yang
bersifat sosial. Relasi sosial bisa berdampak negatif ataupun positif terhadap
pembentukan modal sosial tergantung apakah relasi sosial itu dianggap sinergi
atau kompetisi dimana kemenangan seseorang hanya dapat dicapai diatas kekalahan
orang lain (zero-sum game).
Persentase rumah
tangga di Jambi yang memiliki rasa percaya terhadap aparatur pemerintah hanya
sebesar 91,17 persen. Lebih rendah daripada tingkat kepercayaan terhadap tokoh
masyarakat (93,87%) maupun tokoh agama (97,58%). Sementara jumlah rumah tangga
yang percaya terhadap tetangganya ternyata lebih kecil lagi, baik rasa percaya
untuk menitipkan rumah (81,62%) ataupun menitipkan anak (60,07%).
Kegiatan yang
diselenggarakan oleh suku bangsa ataupun agama lain dilingkungan tempat tinggal
terkadang disikapi dengan rasa tidak/kurang senang. Hasil survey menunjukkan
hanya 77,88 persen rumah tangga yang senang jika kegiatan diselenggarakan oleh
suku bangsa lain dan jika diselenggarakan oleh agama lain hanya 58,14 persen
yang merasa senang.
Data juga
memperlihatkan bahwa jumlah rumah tangga yang tidak pernah mengikuti suatu
kelompok/organisasi mencapai 41,23 persen atau hanya terdapat 58,77 persen
rumah tangga yang pernah mengikuti kelompok/organisasi. Partisipasi dalam
kegiatan sosial keagamaan setidaknya sering diikuti oleh 74,12 persen rumah
tangga. Sedangkan kegiatan sosial kemasyarakatan diikuti oleh 53,73 persen
rumah tangga. 75,73 persen rumah tangga sering berpartisipasi dalam kegiatan
bersama membantu warga yang terkena musibah dan persentase rumah tangga yang
berpartisipasi dalam kegiatan bersama untuk kepentingan umum sebanyak 60,16
persen.
Menjadikan modal
sosial sebagai modal pembangunan bukanlah perkara mudah. Namun jika modal
sosial terus menipis maka bukan tidak mungkin pembangunan yang telah dilakukan
akan menggerus nilai-nilai dasar berbangsa dan bernegara. Dapatkah kita
bayangkan jika masyarakat tidak lagi percaya kepada aparatur pemerintah, tidak
lagi hormat pada tokoh masyarakat ataupun tokoh agama ? Sementara tidak lagi
ada yang peduli terhadap lingkungannya, tidak ada lagi toleransi dan rasa
percaya terhadap tetanga. Pastilah semua mengantarkan kita ke ambang
kehancuran.
Modal sosial
merupakan sumberdaya yang melekat pada hubungan sosial. Modal sosial tidak akan
langgeng tanpa kehadiran kelompok atau organisasi yang menopangnya. Sebaliknya
keberadaan kelompok atau organisasi dalam masyarakat tidak dapat terbangun
dengan kuat tanpa modal sosial. Masih adakah teladan yang bisa kita harapkan
mampu merekatkan hubungan sosial antar masyarakat di Jambi ? Tidak seharusnya
Jambi mengalami penipisan modal sosial secepat ini. Pertumbuhan ekonomi kah
yang salah, atau pemanfaatannya yang kurang pas ? Paradigma pembangunan
semestinya meletakkan manusia (mahluk sosial) bukan sebagai obyek melainkan
menjadi subyek dari pembangunan itu sendiri. Mari berkaca pada diri kita
masing-masing, berapa besar modal sosial yang bisa kita sumbangkan untuk negeri
yang (katanya) kita cintai ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar