Senin, 06 April 2020

Menepis Dampak, Menjaga Detak


Serangkaian kebijakan terkait penanggulangan dampak corona virus disease (covid19) coba diterapkan oleh pemerintah dalam beberapa hari terakhir. Kebijakan utama tentu pada sisi yang berkaitan langsung dengan sumber masalah, yaitu kesiapan sarana dan prasarana kesehatan serta segala sesuatunya. Karantina wilayah, social distancing, lockdown city, work from home (WFH) dan atau yang sejenis dengan itu, pun ikut diterapkan. Alih-alih memberi dampak pada pencegahan perluasan penularan, beberapa waktu kedepan juga harus dicermati pengaruhnya terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Mobilitas penduduk dipastikan akan cenderung menurun, dan bisa berakibat pada perlambatan kinerja perekonomian. Saat ini memang belum terlihat secara jelas besaran nilai perlambatan ekonomi di tingkat regional, nyaris tak terlihat seperti halnya pergerakan covid19 yang terkadang masih sulit dilacak. Bengkulu bahkan menjadi wilayah terakhir yg terkategori terpapar wabah ini.
Rilis Berita Resmi Statistik (BRS) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) awal bulan ini menyebutkan bahwa Bengkulu tercatat justru mengalami deflasi sebesar 0,02 persen pada Maret 2020, berbeda dengan angka nasional yang mengalami inflasi 0,76 persen. Komoditas utama dalam andil deflasi Bengkulu bulan ini disumbang oleh “angkutan udara” sebesar 0,1145 persen. Hal ini disebabkan oleh penurunan tiket angkutan udara, namun demikian arus lalu lintas udara malah terkesan cenderung mengalami penurunan. Jumlah penumpang pesawat mengalami penurunan sekitar 1,5 persen dari 66.477 orang pada januari turun menjadi 65.481 orang pada februari. Frekwensi penerbangan turun sekitar 3,57 persen, sementara jumlah barang yang diangkut juga turun 16,25 persen. Penurunan harga (tiket) tidak terlihat memberikan efek peningkatan permintaan, fenomena yang tidak biasa dalam mekanisme pasar. Memang masih terlalu dini untuk menjustifikasi ini sebagai dampak dari terapan berbagai kebijakan sebagaimana disebutkan diatas. Konsumen seolah menahan diri atau tertahan untuk tidak meningkatkan permintaan atas barang/jasa (baca:tiket) yang dijual lebih murah dari biasanya.
Satu lagi catatan menarik dari BRS yang juga dirilis BPS, dimana disebutkan masih meningkatnya tingkat penghunian kamar (TPK) hotel di Bengkulu. Peningkatan terjadi 15,3 persen poin dari 43,11 persen pada januari menjadi 58,41 persen pada februari. Dalam hal ini apakah merebaknya covid19 belum/tidak memberi pengaruh pada tingkat hunian hotel ? Jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya ( year on year) sebenarnya akan terlihat adanya penurunan. TPK pada februari 2019 tercatat sebesar 68,27 persen, artinya ada penurunan tingkat hunian hotel bulan ini sebesar 9,86 persen dibandingkan bulan fenruari tahun lalu. Sekali lagi, ini juga masih terlalu dini untuk menganggapnya sebagai dampak tidak langsung dari covid19. Neraca perdagangan luar negeri juga masih terlihat surplus dalam dua bulan terakhir, walaupun juga terukur nilai surplus februari tidak lebih besar daripada nilai surplus bulan januari.
Tanpa mengesampingkan keseriusan Gugus Tugas penanggulangan covid19 dengan berbagai kesiapsiagaannya menghalau perluasan penularan wabah, kiranya sisi sosial ekonomi pun patut disiagakan. Sektor perdagangan dan jasa yang bisa jadi akan terpapar lebih dulu, selanjutnya akan memberikan multiplier effect kedalam keseluruhan model keseimbangan umum perekonomian. Sisi penawaran secara agregat harus mampu mengatasi sisi permintaan agregat. Momentum untuk menjaga stabilitas neraca keseimbangan umum sepertinya sudah sangat dekat. Mungkin sudah saatnya pemerintah mengambil bagian besar peran tersebut.
Negara hadir dan menenangkan adalah harapan besar masyarakat, terlebih lagi jika mampu menyenangkan. Apapun yang terjadi, negeri ini harus tetap bergerak. Nafas perekonomian harus tetap berdetak. Bangsa ini harus menepis keraguan akan kemampuan dan kesiapsiagaan melawan wabah. Kebertuhanan yang melandasi ideologi merupakan kekuatan besar bangsa ini untuk keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara. Meski masih berupa bayang-bayang, ilusi dampak sosio ekonomi harus bisa ditepis. Kali ini biarkan pemerintah mengambil peran lebih, demi menjaga detak.

https://www.wordpers.id/menepis-dampak-di-tengah-wabah-covid-19/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

buku ketiga

Analisi model Input Output (IO) memusatkan perhatian pada perekonomian dalam sebuah kondisi ekuilibirium dan model ini merupakan varian terb...