Jumat, 30 Januari 2015

Tipisnya Modal Sosial

Berbagai strategi pembangunan yang dilakukan membutuhkan faktor kepercayaan dan nilai-nilai yang menjadi dasar dalam menentukan perkembangan dan keberlanjutan pembangunan. Modul sosial budaya dalam cakupan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) mencoba mengukur besaran indeks modal sosial. Nilai indeks modal sosial Indonesia hanya sebesar 59,34; sebuah nilai yang belum bisa dikategorikan baik (skala indeks 0-100). Nilai indeks tertinggi dimiliki oleh Jawa Timur (63,16) sementara yang terendah adalah Kepulauan Riau (46,57). Dimana posisi Jambi ? Dengan nilai indeks sebesar 55,79 posisi Jambi berada dibawah rata-rata nasional bahkan hanya menempati peringkat ke-27 dari 33 provinsi. Sikap percaya terhadap tokoh merupakan variabel utama yang mampu menjelaskan variabilitas indeks sebagaimana dimaksud. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah variabel aksi bersama, toleransi dan sikap percaya kepada tetangga.
Kepercayaan (trust), timbal balik (reciprocal) dan interaksi sosial merupakan tiga unsur utama dalam modal sosial. Modal sosial dapat didefinisikan sebagai serangkaian nilai dan norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjadinya kerjasama diantara mereka (Francis Fukuyama, 2002). Trust sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama anggota komunitas. Adanya high-trust akan melahirkan solidaritas kuat yang mampu membuat masing-masing individu bersedia mengikuti aturan, sehingga ikut memperkuat rasa kebersamaan. Bagi masyarakat low-trust dianggap lebih inferior dalam perilaku ekonomi kolektifnya. Jika low-trust terjadi dalam suatu masyarakat, maka campur tangan negara perlu dilakukan guna memberikan bimbingan.
Unsur penting kedua dari modal sosial adalah timbal balik (reciprocal), dapat dijumpai dalam bentuk memberi, saling menerima dan saling membantu yang dapat muncul dari interaksi sosial. Unsur yang selanjutnya yakni interaksi sosial. Interaksi yang semakin meluas akan menjadi semacam jaringan sosial yang lebih memungkinkan semakin meluasnya lingkup kepercayaan dan lingkup hubungan timbal balik. Jaringan sosial merupakan bentuk dari modal sosial. Modal sosial dapat bermanfaat bukan hanya dalam aspek sosial melainkan juga ekonomi.

Modal sosial dapat dilihat dalam dua kategori, fenomena struktural dan kognitif. Kategori struktural merupakan modal sosial yang terkait dengan beberapa bentuk organisasi sosial khususnya peranan, aturan, precedent dan prosedur yang dapat membentuk jaringan yang luas bagi kerjasama dalam bentuk tindakan bersama yang saling menguntungkan. Modal sosial dalam kategori kognitif diderivasi dari proses mental dan hasil pemikiran yang diperkuat oleh budaya dan ideologi khususnya norma, nilai, sikap, kepercayaan yang memberikan kontribusi bagi tumbuhnya kerjasama khususnya dalam bentuk tindakan bersama yang saling menguntungkan. Bentuk-bentuk aktualisasi modal sosial dalam fenomena struktural maupun kognitif itulah yang perlu digali dari dalam kehidupan masyarakat selanjutnya dikembangkan dalam usaha penigkatan taraf hidup dan kesejahteraan.

Level mekanisme modal sosial dapat mengambil bentuk kerjasama. Kerjasama sendiri merupakan upaya penyesuaian dan koordinasi tingkah laku yang diperlukan untuk mengatasi konflik ketika tingkah laku seseorang atau kelompok dianggap menjadi hambatan oleh seseorang atau kelompok lain. Ciri penting modal sosial sebagai sebuah capital dibandingkan dengan bentuk capital lainnya adalah asal-usulnya yang bersifat sosial. Relasi sosial bisa berdampak negatif ataupun positif terhadap pembentukan modal sosial tergantung apakah relasi sosial itu dianggap sinergi atau kompetisi dimana kemenangan seseorang hanya dapat dicapai diatas kekalahan orang lain (zero-sum game).

Persentase rumah tangga di Jambi yang memiliki rasa percaya terhadap aparatur pemerintah hanya sebesar 91,17 persen. Lebih rendah daripada tingkat kepercayaan terhadap tokoh masyarakat (93,87%) maupun tokoh agama (97,58%). Sementara jumlah rumah tangga yang percaya terhadap tetangganya ternyata lebih kecil lagi, baik rasa percaya untuk menitipkan rumah (81,62%) ataupun menitipkan anak (60,07%).
Kegiatan yang diselenggarakan oleh suku bangsa ataupun agama lain dilingkungan tempat tinggal terkadang disikapi dengan rasa tidak/kurang senang. Hasil survey menunjukkan hanya 77,88 persen rumah tangga yang senang jika kegiatan diselenggarakan oleh suku bangsa lain dan jika diselenggarakan oleh agama lain hanya 58,14 persen yang merasa senang.
Data juga memperlihatkan bahwa jumlah rumah tangga yang tidak pernah mengikuti suatu kelompok/organisasi mencapai 41,23 persen atau hanya terdapat 58,77 persen rumah tangga yang pernah mengikuti kelompok/organisasi. Partisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan setidaknya sering diikuti oleh 74,12 persen rumah tangga. Sedangkan kegiatan sosial kemasyarakatan diikuti oleh 53,73 persen rumah tangga. 75,73 persen rumah tangga sering berpartisipasi dalam kegiatan bersama membantu warga yang terkena musibah dan persentase rumah tangga yang berpartisipasi dalam kegiatan bersama untuk kepentingan umum sebanyak 60,16 persen.
Menjadikan modal sosial sebagai modal pembangunan bukanlah perkara mudah. Namun jika modal sosial terus menipis maka bukan tidak mungkin pembangunan yang telah dilakukan akan menggerus nilai-nilai dasar berbangsa dan bernegara. Dapatkah kita bayangkan jika masyarakat tidak lagi percaya kepada aparatur pemerintah, tidak lagi hormat pada tokoh masyarakat ataupun tokoh agama ? Sementara tidak lagi ada yang peduli terhadap lingkungannya, tidak ada lagi toleransi dan rasa percaya terhadap tetanga. Pastilah semua mengantarkan kita ke ambang kehancuran.
Modal sosial merupakan sumberdaya yang melekat pada hubungan sosial. Modal sosial tidak akan langgeng tanpa kehadiran kelompok atau organisasi yang menopangnya. Sebaliknya keberadaan kelompok atau organisasi dalam masyarakat tidak dapat terbangun dengan kuat tanpa modal sosial. Masih adakah teladan yang bisa kita harapkan mampu merekatkan hubungan sosial antar masyarakat di Jambi ? Tidak seharusnya Jambi mengalami penipisan modal sosial secepat ini. Pertumbuhan ekonomi kah yang salah, atau pemanfaatannya yang kurang pas ? Paradigma pembangunan semestinya meletakkan manusia (mahluk sosial) bukan sebagai obyek melainkan menjadi subyek dari pembangunan itu sendiri. Mari berkaca pada diri kita masing-masing, berapa besar modal sosial yang bisa kita sumbangkan untuk negeri yang (katanya) kita cintai ini.
dimuat dalam OPINI harian Jambi Independent; rabu 28 Januari 2015Tipisnya Modal Sosial

Rabu, 28 Januari 2015

Struktur Ekonomi dan Tenaga Kerja Provinsi Jambi 2013


Pertanian menampung sebagian besar angkatan kerja yang bekerja. Lebih dari 50 persen angkatan kerja bekerja diberbagai subsektor dalam sektor pertanian. Karakteristik sektor pertanian yang sangat mudah untuk dimasuki oleh pekerja menjadikannya sebagai wadah terbesar tenaga kerja. Tidak mensyaratkan tingkat pendidikan yang tinggi,  tidak butuh keahlian khusus, responsif terhadap gender dan menyediakan kapasitas besar, merupakan faktor penyebab sektor pertanian masih menjadi andalan penggerak perekonomian. 
Banyaknya Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) hasil Sensus Pertanian 2013 meningkat sekitar empat persen jika dibandingkan hasil sensus yang sama tahun  2003. Fenomena ini berbeda dengan kondisi nasional yang justru cenderung menurun. Namun jika dirinci menurut subsektor peningkatan jumlah RTUP di Provinsi Jambi sebenarnya hanyalah terjadi pada sub sektor perkebunan. Sementara pada subsektor yang lain justru terjadi penurunan. Secara relatif terjadi penurunan persentase RTUP terhadap jumlah rumah tangga secara keseluruhan. Persentasenya menurun dari 65,21 persen menjadi 52,64 persen, artinya peningkatan jumlah rumah tangga non pertanian relatif lebih cepat dibanding pertumbuhan RTUP.

Struktur Tenaga Kerja Provinsi Jambi 2005-2013


Pertanian masih mempunyai peranan penting dalam perekonomian Provinsi Jambi baik dalam pembentukan PDRB maupun dalam hal penyerapan tenaga kerja. Selama kurun waktu 45 tahun terakhir peranan sektor pertanian terus menurun dari kisaran 55 persen hingga akhirnya kurang dari 30 persen. Namun demikian, kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Provinsi Jambi masih menempati porsi terbesar di antara semua sektor perekonomian pada tahun 2013. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian juga memiliki peran yang sangat strategis. Pada tahun yang sama, dari 2 juta penduduk yang bekerja, sekitar 44,2 persennya bekerja di sektor pertanian. Kecenderungan menurun juga terlihat pada penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian sebagaimana terilustrasikan secara grafis berikut ini :

 

Transformasi Struktur Ekonomi Provinsi Jambi 1969-2013


Struktur perekonomian Provinsi Jambi dalam kurun waktu 45 tahun terakhir telah mengalami transformasi yang terlihat dari menurunnya peranan (share) sektor primer dan kecenderungan (trend) meningkatnya peranan sektor sekunder maupun sektor tersier. Pertumbuhan ekonomi yang diukur dari pertumbuhan PDRB diduga menjadi penyebab terjadinya transformasi struktural dalam perekonomian Provinsi Jambi. Namun demikian, transformasi struktural tersebut belum dibarengi dengan transformasi struktur ketenagakerjaan, sehingga sektor pertanian yang sudah semakin kecil peranan relatifnya dalam pembentukan PDRB masih harus menampung sebagian besar tenaga kerja. Kondisi ini kemungkinan justru dipicu oleh rendahnya produktivitas tenaga kerja sektor pertanian yang menjadikannya fleksibel sebagai penampung tenaga kerja yang kurang mampu bersaing untuk masuk ke dalam pasar kerja di sektor lain. 

 

Senin, 26 Januari 2015

Pembangunan Manusia di Provinsi Jambi

Keberhasilan kinerja pembangunan manusia dapat dipandang dari perbedaan laju pertumbuhan IPM yaitu jarak antara apa “yang telah dicapai” dengan “yang harus dicapai” yang diukur dengan reduksi shortfall. Nilai reduksi shortfall yang lebih besar menandakan peningkatan IPM yang lebih cepat. Namun pengukuran ini didasarkan pada asumsi bahwa perubahan tidak bersifat linear melainkan cenderung melambat pada tingkat IPM yang lebih tinggi. Ilustrasi grafis reduksi shortfall memperlihatkan betapa kedua kota (Jambi dan Sungai Penuh) masih terus memacu percepatan walaupun keduanya sudah berada diperingkat tertinggi IPM. Sebuah upaya besar diperlihatkan oleh kabupaten Tebo untuk mengejar ketertinggalan sementara kabupaten Kerinci dan Batang Hari terlihat sudah kesulitan memacu kecepatan atau mungkin terlena karena sudah merasa diatas. Tanjung Jabung Timur dengan nilai IPM yang masih relatif rendah, semestinya berupaya jauh lebih keras untuk mengejar ketertinggalan.
Belajar dari keberhasilan kedua kota yang telah lebih dulu maju, maka fasilitas dan aksesibilitas menjadi prasyarat terpacunya pembangunan manusia sebagai upaya memperluas pilihan bagi masyarakat. Belajar dari kultur masyarakat kabupaten Kerinci, semangat membangun kembali kampung halaman harus tertanam sebagai bentuk nasionalisme kebangsaan. Paradigma pembangunan manusia pada akhirnya juga tidak bisa lepas dari pertumbuhan ekonomi.
Semoga tulisan ini menginspirasi para pengambil (calon pengambil) kebijakan untuk mewujudkan JAMBI yang lebih baik.
publish@mediajambi



Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jambi

Pembangunan manusia telah menjadi sebuah paradigma baru pembangunan ekonomi yang digagas UNDP sejak 1990-an. Menurut UNDP, pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a procces of enlarging people’s choice”). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai ukuran kinerja pemerintah daerah menjadi instrument kebijakan fiskal dalam pengalokasian DAU oleh pemerintah pusat. Terlepas dari segala keterbatasannya, IPM merupakan sebuah indeks komposit yang menggagregasikan tiga dimensi pencapaian pembangunan. Dimensi yang dimaksud adalah dimensi “kesehatan, pendidikan dan standar hidup layak”.  Konsep pembangunan manusia sesungguhnya jauh lebih luas dari sekedar IPM atau berbagai indeks-indeks komposit lainnya, karena masih banyak dimensi dari pembangunan manusia yang tidak dapat diukur secara kuantitatif. Data terakhir BPS menunjukkan bahwa Provinsi Jambi berada pada peringkat ke-13 dari 34 provinsi, sebuah pencapaian yang relatif baik.

Besaran angka IPM Provinsi Jambi tahun 2013 adalah 74,35. Namun jika dilihat pada level kabupaten (selain kota) hanya terdapat satu kabupaten yang angka IPM nya diatas angka provinsi. Sebuah kota sangatlah wajar jika lebih berhasil dalam pembangunan manusia mengingat ketersediaan fasilitas dan aksesibilitas yang relatif lebih baik. Fenomena menarik dari kabupaten Kerinci dengan angka IPM-nya tidak lepas dari kultur masyarakat yang sangat peduli dengan pendidikan sebagai sebuah investasi untuk masa depan. Meskipun untuk menuntut ilmu mereka harus merantau, namun semangat membangun kampung halaman telah terpatri.  Hasilnya terlihat nyata, Kerinci telah berada jauh didepan dan mengharuskan daerah lain memacu kecepatan untuk mengejar ketertinggalan. 
Kabupaten Batang Hari merupakan sebuah daerah otonom yang usianya bahkan lebih tua dari usia provinsi Jambi, sehingga telah lebih dulu bergerak maju dibanding daerah lain. Keberadaannya di depan semakin terancam dan dibayang-bayangi daerah lain yang terus memacu kecepatan. Bukan tidak mungkin jika tidak ada upaya terobosan untuk memacu percepatan maka daerah ini akan ditinggalkan dibelakang perlintasan.
publish@mediajambi




buku ketiga

Analisi model Input Output (IO) memusatkan perhatian pada perekonomian dalam sebuah kondisi ekuilibirium dan model ini merupakan varian terb...